Jakarta, NU Online
Mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan, tidak menjadi persoalan jika bendera "Bintang Kejora" ingin dijadikan simbol kultural Papua.
"Bintang kejora bendera kultural. Kalau kita angggap sebagai bendera politik, salah kita sendiri," kata Gus Dur kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (6/7).
<>Gus Dur, yang saat menjabat presiden mengabulkan permintaan masyarakat Irian Jaya (waktu itu) untuk menggunakan sebutan Papua, justru menuding polisi tidak berpikir mendalam ketika melarang pengibaran bendera "Bintang Kejora".
"Ketika polisi melarang, tidak dipikir mendalam. (tim) sepak bola saja punya bendera sendiri. Kita tak perlu ngotot sesuatu yang tak benar," katanya.
Menurut Gus Dur, kalau pengibaran bendera itu dianggap separatis, maka ujung-ujungnya adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menurut dia sudah tidak ada lagi.
"Kalau dianggap separatis harus dilanjutkan apa alasannya? Ujung-ujungnya kan OPM. Tapi sejak dua tahun lalu (OPM) sudah tinggalkan situ (Papua). Tak perlu kita curiga pada saudara sendiri," katanya.
Sebelumnya, sejumlah pihak meminta agar dihindari penggunaan bendera "Bintang Kejora" sebagai lambang kultural Papua karena bendera itu telanjur menjadi simbol gerakan separatis OPM.
Ketika ditanya soal diundangnya aktivis OPM oleh Senat Amerika Serikat beberapa waktu lalu, Gus Dur juga tidak terlalu mempermasalahkannya, walau Senat tidak mengundang pemerintah Indonesia untuk menjelaskan persoalan yang sama. "Pemerintah tidak diundang, wong pendiriannya sudah tahu," katanya.
Sementara, menyangkut penyusupan aktivis kelompok gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada acara yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Ambon beberapa waktu lalu, Gus Dur menyebutnya sebagai keteledoran.
"Itu keteledoran, tak perlu dibenarkan, agar tahu ada yang teledor. Biarkan saja, tapi jangan sampai terulang di masa depan," katanya. (rif)