Sebagai puncak dari struktur organisasi, hanya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang nantinya berhak memutuskan kapan awal bulan Ramadhan atau Syawal, sedangkan pengurus wilayah, pengurus cabang dan di bawahnya harus mengikuti.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Wakil Khatib Syuriyah PBNU KH Malik Madany dalam acara Silaturrahmi Nasional Ahli Hisab dan Ahli Rukyat yang diselenggarakan di Ponpes Al Hikmah Bumiayu Brebes 6-8 September.<>
Dikatakan oleh Malik bahwa NU menggunakan metode rukyat dan istikmal atau penyempurnaan ketika hilal tidak terlihat. NU juga mengambil pendapat yang memberi peluang ditolaknya hasil rukyat seperti dalam kitab Tuhfatul Muhtaj dengan syarat semua ahli hisab dengan dasar-dasar yang qoth'i sepekat tentang tidak adanya imkanurrukyat dan jika jumlah ahli hisab mencapai jumlah yang mutawattir.
“Penolakan terhadap kesaksian rukyat dalam kasus itu tidak harus diartikan sebagai penolakan terhadap eksistensi rukyat sebagai pedoman pokok, melainkan dapat dibaca sebagai penolakan terhadap laporan orang yang mengaku berhasil merukyat,” katanya.
Ketua Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) KH Ghozalie Masroeri juga menegaskan tentang pentingnya tertib organisasi dalam melakukan pelaporan hasil rukyat kepada masyarakat. Ia meminta agar jajaran pengurus NU di daerah tidak sembarangan mengumumkan hasil rukyat karena ini akan mempersulit posisi PBNU.
“PBNU sekarang sudah go internasional, kasihan Kiai Hasyim Muzadi harus menjelaskan kepada para ulama-ulama di seluruh dunia, kenapa diantara NU sendiri, hari rayanya berbeda,” katanya.
Kiai Ghozalie menyatakan bahwa LFNU hanya menggunakan metode hisab tahqiqi dengan tingkat akurasi yang tinggi sebagai pedoman perhitungan yang menjadi acuan dalam melaksanakan rukyat. Sebagai informasi, terdapat banyak sekali metode hisab yang berkembang dalam masyarakat. Namun secara umum dibagi dalam tiga kategori.
Kategori pertama adalah hisab tagribi yang dalam prosesnya menggunakan data tabel sederhana dan tanpa ilmu ukur bola seperti yang terdapat dalam kitab Sullamun Nayyirain, Fathurrufil Manan dan Qowaidul Falaqiyah. Metode kedua adalah hisab haqiqi tahqiqi yang menggunakan tabel, prosesnya lebih panjang dan menggunakan ilmu ukur bola seperti dalam kitab Khulashul Wafiyah, Hisab Haqiqi dan Nurul Anwar.
Metode ketiga adalah hisab kontemporer yang sudah menggunakan rumus-rumus yang panjang dan rumit sehingga prosesnya menggunakan komputer dengan hasil yang lebih akurat seperti Almanak Nautica, Jean Meeus dan New Comb. Saat ini juga sudah beredar sejumlah perangkat lunak komputer yang sudah tersedia di pasaran seperti Mawaqit hasil karya Dr. Hafid, Astroinfo dari Tumasoftware, USA, MoonCale karya Dr. Manzur Ahmad dari Universitas Birmingham Inggris.
Sementara itu Staf Litbang LFNU Dr. Jamhur Effendy DEA menjelaskan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi hasil rukyat yang berkualitas yaitu metode hisab yang digunakan, kondisi langit saat dirukyat dan kualitas perukyat itu sendiri.(mkf)