Warta

Hasyim: Bisnis Pornografi Global hanya Bisa Diselesaikan dengan Aturan

Selasa, 2 Mei 2006 | 10:52 WIB

Jakarta, NU Online
Pornografi adalah persoalan industrialisasi budaya dan bisnis global. Berbeda dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia tidak mempunyai strategi sama sekali untuk menyaring berbagai hal yang merangsek masuk melalui dunia bisnis. Rancangan Undang Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP) adalah upaya untuk menutupi kekurangan itu.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Hasyim Muzadi saat menerima rombongan aliansi organisasi perempuan yang menolak RUU APP di kantor PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta, Selasa (2/5) siang. Aliansi yang terdiri dari 35 organisasi perempuan dan waria itu menyampaikan keluhannya atas keputusan PBNU menerima RUU itu.

<>

Hasyim menegaskan, persoalan bisnis pornografi dan pornoaksi hanya bisa diselesaikan dengan aturan perundang-undangan. Cara-cara kultural melalui dakwah dan pendidikan dinilainya tidak terlalu efektif mengatasi kekuatan kapitalisme yang telah memanfaatkan fantasi tubuh dan imajinasi seksual.

“Polemik RUU APP ini sangat berat karena tidak hanya melibatkan kita. Pornografi ini sudah urusan bisnis dunia dan hanya bisa diatasi dengan aturan-aturan. Saya menyayangkan, memang, ada pihak-pihak yang mendukung RUU dengan melakukan kekerasan. Saya juga heran polisi diam saja. Nah sayangnya, kekerasan itu menjadi justifikasi bagi pihak-pihak yang tidak setuju,” kata Hasyim.

Aliansi menyatakan, RUU APP tidak akan menyelesaikan persoalan pornografi dan pornoaksi yang sudah merebak di tengah-tengah masyarakat. RUU itu dinilai justru akan memunculkan persoalan baru terkait dengan kebhinnekaan bangsa Indonesia. Aliansi juga menyatakan kekawatiran, aturan-aturan mengenai pornografi dan pornoaksi akan mendiskriditkan perempuan.

Hasyim menyatakan, PBNU memang dituntut untuk menentukan sikap. “NU harus bersikap setelah menerima masukan dari para orang tua, guru, pendidik, ustadz, dan para kiai. Tapi kita tidak perlu khawatir, rumusan PBNU begini, kita ingin agar moralitas tetap tegak dengan menghargai kebhinnekaan yang ada, dengan catatan itu itu berdasarkan adat atau agama. Kita juga menerima jika ada tempat tertentu yang disebut sebagai kawasan wisata,” katannya.

Mengenai kekhawatiran akan adanya pendiskriditan perempuan, Hasyim menanggapi, PBNU sebagai institusi mempunyai pengertian sendiri tentang pemuliaan kaum perempuan. Namun dirinya juga menyatakan kecewa terhadap nalar “formalisasi Islam”. Menurutnya syariat Islam perlu disarikan secara substantif ke dalam tata kenegaraan Indonesia. "Jadi syariat Islam itu bukan hanya persoalan jilbab," katanya. (nam)


Terkait