Warta

Ki Enthus Ingatkan tentang Kepalsuan

Sabtu, 24 Desember 2011 | 23:04 WIB

Jakarta, NU Online
Dendam Prabu Bumiloka kepada Pandawa Lima kian berkecambah. Terlebih kepada Arjuna yang membunuh ayahnya, Prabu Niwatakawaca.

Dan, segenap pikiran raja dari Kerajaan Manimantaka ini dihabiskan untuk membalasnya. Begitu pula Dewi Mustokoweni, adik perempuannya. Tapi, keduanya sadar, kelima putra Pandu itu terlalu sakti. Apalagi  mereka dibekali senjata andalan, Jimat Kalimasodho. 

<>“Kita punya dendam kesumat. Tapi dendam kita besar pasak daripada tiang, Adikku” ratap Bumiloka. Di tengah kebuntuan kakak-adik itu, Togog menganjurkan untuk berembuk dengan Resi Kala Pujangga dari Pertapaan Guwa Dumung.

Sang resi membeberkan data yang dimilikinya. Menurutnya, untuk mengalahkan Pandawa, mesti merebut Jimat Kalimosodho. “Sekarang adalah waktu yang tepat, karena jimat itu sedang dititipkan kepada Dewi Drupadi. Sementara Pandawa sedang membangun candi Saptarenggo di Pertapaan Sapta Arga.”

Lebih jauh, resi menuturkan bahwa Kresna sudah berpesan agar Drupadi tidak menyerahkan jimat tersebut kepada siapa pun, kecuali Gatotkoco.
“Untuk mendapatkannya, seseorang harus menyamar jadi Gatotkoco. Dan,  Mustokowenilah yang mampu menjalankannya karena memiliki ilmu Kamayan yang bisa beralih rupa sesuai kemauan,” simpul Resi.

Mustokoweni menyanggupi. Ia pergi ke Amarta.

Dari sini, lakon “Ilange Jimat Kalimosodho” yang dibawakan dalang Ki Enthus Sumono mulai: yang palsu berebut kepalsuan, yang didapat kepalsuan. Lakon yang sarat intrik, perkelahian, tipu-menipu, saru-menyaru, juga dibumbui asmara.

Pagelaran yang berlangsung Rabu-Kamis (21-21/12) ini bertempat di gedung Dewan Kesenian Jakarta, Jakarta, pukul 19.30. Pagelaran kerja sama Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sodaqoh Nahdlatul Ulama (Lazisnu) dan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU ini diiringi kelompok musik religi Ki Ageng Ganjur dan Sapta Kusbini Orchestra dari ISI Yogyakarta.

***

Cerita berlanjut dengan kedatangan Gatotkoco kepada Drupadi di Amarta. Ia langsung meminta Jimat Kalimosodo. Meski ragu, Drupadi tak bisa menolak ketika diterangkan bahwa ia diperintah Kresna untuk kebutuhan Pandawa. Pembangunan Candi Saptarenggo bermasalah, setiap pagi dibangun, malamnya rubuh.

Gatotokoco pergi tanpa pamit, menggondol Jimat Kalimosodho.

Srikandi menyambangi Drupadi. Ia menceritakan baru saja ketemu Gatotokoco. Drupadi kaget, karena baru saja didatangi Gatotokoco. Malah mengambil jimat. Keduanya sadar telah tertipu. Dan, negara dalam bahaya.

Srikandi mengejar Gatotokoco palsu.

Perkelahian hebat antara Srikandi dan Gatotkoco tak terhindarkan. Srikandi meloloskan anak panah. Gatotkoco bersulih jadi Mustokoweni. Ia langsung terbang. Srikandi kehilangan jejak. Tapi ia tak putus asa, didatanginya Semar.

Lurah Tumaritis ini cepat tanggap. Segera ia mengatur siasat untuk merebut kembali jimat tersebut. Semar pergi.

***

Mostokoweni berpapasan dengan Resi Kala Pujangga di perjalanan pulang. Ia gembira dan langsung memberikan jimat. Tapi kemudian, yang tampak adalah Semar. Semar pergi.

Semar bersiasat. Ia meduplikat jimat tersebut. Kemudian, yang asli dipegang Petruk agar dijaga dan disimpan, yang palsu dipegangnya.

Srikandi datang menanyakan jimat. Semar segera menyerahkannya. Beberapa detik kemudian, Srikandi berganti jadi Mustokoweni. Dan, langsung kabur.

Selepas Mustokoweni enyah, datang Srikandi asli menanyakan hal serupa. Semar menceritakan kejadian sebelumnya. Ia menyarankan Srikandi untuk meminta bantuan Bambang Priyambodo, pemuda dari pertapaan Galagah Wangi. Ia anak Arjuna dari istri lain.

Srikandi bergegas menemui pemuda itu. Sementara itu, Mustokoweni tiba di Manimantaka.  Ia segera menghadap Prabu Bumiloka dan menyerahkan Jimat Kalimosodho. Setelah pindah tangan, prabu lenyap, jadi Bambang Priyambodo.

Proyambodo langsung menuju Sapta Arga untuk menyerahkan jimat kepada Kresna. Namun, sekarang giliran dia tertipu. Kresna salin jinis jadi Mustokoweni.

Terjadi perang tanding antara keduanya. Priyambodo melesatkan panah. Tepat sasaran. Tapi tidak membuatnya terbunuh, melainkan membeset pakain Mustokoweni. Seketika, cinta tumbuh di antara keduanya. Pertempuran sengit bersabung nyawa berubah jalinan asmara.

Lakon berdurasi tiga jam ini ditutup dengan pernikahan Priyambodo dan Mutokoweni di Amarta. Saat itu, hadir Semar yang memberi penjelasan Jimat Kalimosodho.

“Jimat Kalimosodho jerih-payah Priyambodo adalah palsu belaka. Sementara yang asli di tangan rakyat,” jelasnya.

“Untuk mendapatkannya kembali, temanilah rakyat! Perjuangkan kepentingannya! Tiada guna berebut jimat untuk mempertahankan kekuasaan. Apalagi dengan cara licik, saling menipu. Sementara nasib rakyat dibaikan!” pungkasnya.





Penulis: Abdullah Alawi


Terkait