Warta

Mbah Muchith Inginkan NU Berada pada Posisi Awal

Senin, 1 Oktober 2007 | 02:02 WIB

Jember, NU Online
Di usia senjanya KH Abdul Muchith Muzadi (83 th), salah seorang Mustasyar PBNU, tetap setia memantau perkembangan NU. Ia mengaku selalu mengikuti segala peristiwa yang berkaitan dengan organisasi yang didirikan oleh gurunya KH Hasyim Asy’ary tersebut baik melalui media massa maupun dengan cara berkomunikasi dengan para tokohnya.

Salah satu keprihatinan Mbah Muchith (panggilan akrabnya) adalah tentang posisi NU yang dinilai kurang tepat. Posisi NU saat ini, menurut penilaian Mbah Muchith, masih seperti Ketua RT yang berfungsi sebagai koordinator warganya.

<>

“Seharusnya, NU itu berposisi sebagai kepala keluarga, yang mengayomi seluruh anggota keluarga, sekaligus mempunyai kewibawaan di mata seluruh anggotanya,” tutur Mbah Muchith di kediamannya di Jember, Jawa Timur, Ahad (29/9).

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Ia mencontohkan, Gerakan Pemuda Ansor sebagai anak tertua, seharusnya bersikap patuh sepenuhnya pada NU dan bisa mengayomi adik-adiknya di IPNU. Bukan malah menjadi pesaing NU dan menyumbat perjalanan IPNU, seperti kesan yang selama ini tampak. Begitu pula dengan Muslimat yang seharusnya bisa menjadi kelanjutan tempat berkiprah Fatayat dan IPPNU, bukan malah sebagai rival. “Di sini, NU perlu mengambil peranan lebih besar,” tutur Mbah Muchith.

Lebih gamblang lagi Mbah Muchith menggambarkan, seharusnya posisi NU seperti presiden. Sedangkan badan-badan otonom (banom) adalah para menteri, lajnah dan lembaga adalah dinas-dinas. Dengan sendirinya mereka harus patuh sepenuhnya pada presiden yang menjadi ‘kepala kelurga’ pemerintahan. Mereka tidak boleh berjalan sendiri-sendiri dan tidak boleh menganggap Banom lain tidak penting.

Ada kesan selama ini, seakan sudah terjadi kesalahpahaman di antara keluarga besar NU, bahwa NU digambarkan sebagai kumpulan dari banom-banom dan lembaga serta lajnah. Posisi NU diibaratkan hanya sebagai koordinator dari konsorsium itu. Padahal sejatinya tidaklah seperti itu.

“NU bukanlah kumpulan federasi ormas-ormas yang ada,” Mbah Muchith menegaskan. “Ansor dan yang lain bukanlah badan terpisah dari NU, lalu mengumpul menjadi NU, tapi sebaliknya,” tegas pengasuh pengajian rutin Ahlussunnah Waljamaah di Masjid Sunan Kalijaga Jember itu.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Maksudnya, NU ada terlebih dahulu, kemudian membuat Ansor dan yang lain. Dengan sendirinya Ansor dan yang lain itu harus tetap nurut pada NU,” imbuh mantan sekretaris pribadi KH Achmad Siddiq itu.

Satu hal lagi yang menjadi keprihatinan Mbah Muchith adalah adanya Banom-Banom NU yang melakukan kerjasama dengan pihak luar, tanpa sepengetahuan NU. Apalagi jika sudah menyangkut lembaga tertentu dari luar negeri. Menurutnya, ini tidaklah tepat.

Seharusnya mereka berkoordinasi dan meminta restu terlebih dahulu kepada NU yang menjadi kepala rumah tangganya. Bukan malah berjalan sendiri-sendiri. “Sekarang ini yang begitu-begitu itu sudah terlalu longgar,” tegas Mbah Mucith.

Mbah Muchith meyakini, akibat dari kontrol yang terlalu longgar dari NU itu, menyebabkan sebagian dari pengurus Banom dan Lembaga terkena ‘virus’ Barat. Mereka banyak bertindak dengan parameter dan pemikiran model Barat. Padahal banyak sikap dan pemikiran Barat yang bertentangan dengan pemikiran NU.

“Kalau ini terus dibiarkan, bisa menggerogoti sendi-sendi kekuatan NU dari dalam,” tegas Mbah Muchith dengan nada prihatin.(sbh)


Terkait