Ide pengintegrasian antara masjid yang sekaligus menjadi kantor NU yang saat ini disosialisasikan oleh PBNU ternyata sudah dilakukan sejak lama oleh Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Borobudur Magelang. Bukan hanya itu, di komplek masjid tersebut, juga berdiri panti asuhan Brayat Al Falah.
Baru-baru ini, NU Online melakukan kunjungan ke MWC tersebut yang lokasinya tak jauh dari Candi Borobudur Magelang. Meskipun tak terlalu luas, masjid dan bangunan yang didominasi oleh cat putih ini terlihat rapi di pinggir sawah dan sebuah sungai kecil di sampingnya.<>
Saat azan dhuhur berkumandang, sejumlah warga sekitar masjid berdatangan untuk sholat jamaah. Layaknya masjid lainnya saat sholat dhuhur, tak banyak yang mengikuti jamaah. Kebanyakan didominasi oleh bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah berumur. Anak panti juga tak kelihatan karena masih sekolah.
Ridwan, pengurus masjid sekaligus pengasuh panti yang menemui NU Online menjelaskan, keberadaan masjid ini sudah berdiri sejak tahun 1986, namun panti yang didirikan oleh para pengurus NU baru 10 tahun belakangan ini.
Berbagai aktifitas keagamaan dan organisasi juga dilakukan di masjid ini. Setiap Ahad pagi, diselenggarakan pengajian yang diasuh oleh para kiai NU dari berbagai pesantren di Magelang seperti KH Muhaiminan Gunardo dan Gus Yusuf Tegalrejo.
Agenda rutin lainnya adalah kegiatan bahtsul masail yang digelar setiap Rabu Wage yang diikuti oleh para pengurus masjid di kecamatan Borobudur. ‘Dalam pertemuan ini kita membahas berbagai permasalahan yang disampaikan oleh umat,” katanya.
Biasanya, materi yang dibahas sudah dikumpulkan beberapa hari sebelumnya sehingga bisa dipersiapkan jawabannya berdasarkan kitab-kitab rujukan. Masalah keorganisasian NU juga dibahas dalam pertemuan ini.
Mengenai panti, Ridwan menjelaskan saat ini terdapat 27 anak asuh yang menjadi tanggung jawab yayasan. 17 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Mereka semuanya bersekolah setingkat SLTP-SLTA. Sebagian belajar di MA Maarif atau Mts Negeri di sana.
Seusai sekolah, para santri tersebut juga diwajibkan mengaji kitab kuning layaknya di pesantren dengan materi-materi nahwu, shorof, qur’an, hadist dan lainnya. “Kita juga mengajari mereka hafalan yasin dan tahlil agar bisa digunakan di masyarakat,” katanya.
Tak heran, dengan kemampuan yang diberikan kepada para anak didiknya, rata-rata alumni panti asuhan ini bisa mengabdikan ilmunya kepada masyarakat di seputar Borobudur yang kebanyakan sehari-hari sibuk beraktifitas sehingga tidak sempat mengajari anak-anaknya mengaji Qur’an.
“Banyak santri sini yang diminta mengajari membaca Qur’an secara privat kepada anak-anak warga Borobudur sini,” tambahnya.
Anak-anak panti ini juga tak bisa bersantai di akhir pekan. Mereka diwajibkan untuk magang di bengkel dan kolam ikan miliki para pengurus NU secara bergiliran. Ridwan menuturkan, dahulunya, anak-anak tersebut hanya santai saja atau nonton TV, padahal mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu.
“Magang ini diharapkan bisa mengenalkan kehidupan dan membiasakan diri untuk bekerja sehingga tak canggung ketika sudah ada di masyarakat,” katanya.
Untuk pendanaan, Ridwan menjelaskan panti ini sepenuhnya tergantung pada sumbangan dari para donator yang dengan sukarela menyisihkan sebagian penghasilan mereka. Panti ini juga sering mendapat kunjungan, termasuk orang asing seperti dari Australia dan India.
Yang jelas, Ridwan menuturkan konsep yang mengintegrasikan antara masjid, kantor MWC NU, sekaligus panti asuhan dalam satu lokasi di Magelang satu-satunya baru ada di Borobudur ini. Ayo siapa menyusul!. (mkf)