Surabaya, NU Online
Komitmen Nahdlatul Ulama (NU) untuk mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menemui hambatan. Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di republik ini merasa sendirian dalam mengawal keutuhan kesatuan dan persatuan Indonesia.
“NU merasa sendirian mengawal NKRI ini. Kami (NU, red) merasa tidak punya teman untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan Indonesia,” kata Ketua PBNU KH Said Aqiel Siradj kepada wartawan di arena Munas Alim Ulama dan Konbes NU, di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Sabtu (29/7)
<>Kang Said, demikian panggilan akrabnya, mengatakan perasaan sendirian itu dipicu oleh ketidakhadiran Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU, Jum’at (28/7) kemarin.
Dalam hajatan besar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bertajuk “Meneguhkan Kembali NKRI” itu panglima tak bisa memenuhi undangan Panitia Munas dan Konbes NU yang kemudian menugaskan Kepala Staf Garnisun Kodam V Brawijaya Brigjen Junaidi Jahri menggantikan dirinya.
“Saya hanya menyampaikan kekecewaan para kiai, terutama kiai-kiai sepuh atas ketidakhadiran panglima. Ini menjadi tanda tanya besar bagi kami, kenapa panglima tidak bias hadir, padahal NKRI itu sudah menjadi isu nasional,” tambah Kang Said yang saat itu didampingi Ketua PBNU HM Rozy Munir.
Pada dasarnya, lanjut Kang Said, pihaknya tak terlalu mempermasalahkan jika panglima berhalangan hadir. Namun demikian, imbuhnya, penggantinya haruslah disesuaikan dengan kebutuhan. “Setidaknya (perwira, red) bintang tiga lah. Masa ini yang datang perwira bintang satu,” ujar Kang Said.
Akibat yang ditimbulkan dari pengganti panglima yang dinilai kurang kompeten itu, kata Kang Said, para peserta Munas dan Konbes yang sebagian besar para kiai itu tidak bisa melakukan diskusi lebih mendalam.
“Para kiai itu kan pengennya ada tanya jawab, tapi karena Pak (Brigjen Junaidi ,red) Jahri tidak punya kewenangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, akhirnya kiai-kiai kecewa. Kiai-kiai merasa komitmen NU untuk mengawal NKRI tidak didukung TNI,” ungkap Kang Said.
Saat ditanya wartawan apakah dalam hal ini NU merasa dilecehkan, Kang Said menolak anggapan tersebut. “Kita tidak merasa dilecehkan, hanya saja kurang dihargai,” tandasnya.
Kekecewaan para kiai dalam acara tersebut tak hanya karena absennya Panglima TNI. Empat menteri yang diundang untuk berbicara dan menyampaikan berbagai program pemerintah di hadapan para kiai itu tak ada satupun yang bersedia hadir.
Menteri Agama Maftuh Basuni juga tidak bisa hadir dan diwakilkan Yahya Umar Said (Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama). Kemudian, Adam MBA (Staf Khusus Pendidikan Agama Diknas) menggantikan Menteri Pendidikan Nasional Prof Dr H Bambang Soedibyo yang juga berhalangan datang.
Hari kedua (Sabtu, 29 Juli) pada penyelenggaraan forum tertinggi di NU setelah muktamar itu, Menteri Pertanian Ir H Anton Apriantono yang mendapat kesempatan pertama hanya mendelegasikan stafnya. Begitu pula dengan Menteri Kesehatan Dr Hj Siti Fadilah Supari yang cukup menugaskan Syafi’i Ahmad (Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan) menggantikan dirinya. (rif)