PBNU Didesak Miliki Bagian Khusus Penerbitan Karya-Karya Ulama Nusantara
Senin, 3 Agustus 2009 | 06:14 WIB
Selain terancam oleh kasus pembajakan, saat ini beberapa karya ulama Nusantara juga banyak yang terancam kepunahan. Hal ini karena penerbit di Timur Tengah sudah tidak lagi menerbitkan karya-karya tersebut.
"Banyak karya-karya ulama kita yang dahulu diterbitkan di tahun 1920 hingga tahun 1970-an, kini sudah tidak diterbitkan lagi. Kondisi ini mengancam pelapukan dan kepunahan karya-karya brilian itu," demikian diungkapkan AGS Saefullah, salah satu pemangku PCINU Mesir di kediaman Rais Suriah PCINU Mesir KH DR Fadhalan Musyaffa MA, Kamis (30/7) lalu.<>
Penerbit Musthafa al-Babi al-Halabi yang berpusat di Kairo, sejak akhir tahun 1800 hingga 1960-an memang concern menerbitkan karya-karya ulama Nusantara dan menyebarkannya di seantero Timur Tengah. Sayangnya, penerbit milik penguasah Suriah itu kini sudah bangkrut dan tidak beroperasi lagi.
Jika dilihat ke belakang, penerbit al-Halabi ini tercatat eksis dan berjaya bersamaan dengan masa eksis dan berjayanya sejarah dan kiprah ulama-ulama dan santri-santri asal Nusantara di Timur Tengah, utamanya di Hijaz, Mesir, dan Syam. Masa keemasan kiprah ulama Nusantara di Timur Tengah telah bermula sejak abad ke-17 M, dan mencapai puncaknya di antara abad ke-19 dan 20 M.
"Di masa itu, ulama-ulama asal tanah air banyak yang menjadi syaikh dan guru besar di Haram dan Mesir. Mereka juga mengarang kitab yang dijadikan rujukan dunia Islam kala itu," terang Fullah.
Dari al-Halabi di Mesir, karya-karya ulama Nusantara kemudian "berpindah tangan" dan diterbitkan oleh penerbit-penerbit Lebanon, semisal Darul Fikr dan Darul Kurub al-Ilmiyyah. Di dua penerbit ini, karya-karya ulama Nusantara yang diterbitkan bisa dihitung jari, semisal Tawsikh ala Fath al-Qarib (Nawawi Banten), Sirajut Thalibin (Ihsan Jampes), al-Fawaid al-Janniyyah (Yasin Padang), dan lain-lain.
Selebihnya, hampir semua karya ulama Nusantara tidak diterbitkan lagi. Kitab-kitab semisal Hasyiah at-Turmusi, al-Manzhumah at-Turmusiyyah, al-Siqayah al-Mardhiyyah, Manahij Dzaw an-Nazhar, Fath al-Allam, Awn al-Ma'bud, dan banyak lagi kitab-kitab lainnya, sudah susah ditemukan.
Dari beberapa survei yang dilakukan oleh kawan-kawan PCINU Mesir, ternyata ada banyak manuskrip ulama Nusantara di perpustakaan Kairo yang nasibnya tak terurus. Di gudang penerbit al-Halabi, mereka juga mendapati sekitar 45 judul kitab karangan ulama Nusantara dengan tahun terbit rata-rata 1920 dan 1930-an yang sudah tak terbit lagi yang keadaannya sudah seperti 'sampah' gudang. ke-45 judul kitab tersebut tampak asing dan tak ditemukan di tanah air.
Tidak lagi marak diterbitkannya karya-karya karangan ulama Nusantara itu (selain sudah tidak adanya lagi ulama asal Nusantara berkaliber internasional yang menjadi Syaikh di Timur Tengah), rupanya sedikit banyak berpengaruh kepada citra Islam Indonesia. Jika dulu Muslim Indonesia di Timur Tengah banyak disegani karena banyaknya ulama asal tanah air dan kitab-kitab karangan mereka yang menyebar di wilayah itu, maka kini keadaannya berbalik.
"Jika dulu kita adalah penyumbang ulama-ulama hebat dan kitab-kitab brilian di Timur Tengah, sekarang kita adalah penyumbang TKW dan TKI bermasalah. Karena itulah sekarang kita leih sering dilecehkan dan tak dianggap," kelakar Fullah.
Terkait kasus ini, Rois Syuriah PCINU Mesir KH DR Fadhalan Musyaffa MA mendorong PBNU (dalam hal ini LTNNU), sebagai jam'iyyah yang memiliki keterkaitan ideologis, kultur, dan sejarah dengan khazanah Islam Nusantara, untuk dapat memiliki bagian khusus yang memfasilitasi dan mengelola penerbitan karya-karya ulama Nusantara.
"Ide memiliki penerbitan khusus untuk karya-karya agung itu didasari atas berbagai pertimbangan, semisal melestarikan karya-karya ulama Nusantara, sebagai referensi pokok kesejarahan kajian Islam Nusantara, juga sebagai pemegang lisensi karya-karya tersebut agar tak dibajak seenaknya oleh pihak luar," kata Kiyai Fahdalan.
Selain itu, dengan membidani penerbitan kembali karya-karya adiluhung itu, siapa tahu NU akan menjadi pemantik dan inspirator gerakan kebangkitan Islam Nusantara yang berpijak kepada tradisi. (aga)