Warta

PBNU Gelar Serasehan Tayangan Televisi yang Beretika dan Edukatif

Selasa, 26 Januari 2010 | 10:02 WIB

Jakarta, NU Online
Televisi melalui tayangannya menawarkan nilai-nilai tertentu sehingga televisi dapat menimbulkan dampak tertentu pula bagi umat dan masyarakat. Tayangan dengan nilai baik akan berdampaik baik, sebaliknya tayangan dengan nilai yang buruk juga akan berdampak buruk.

Berdasarkan berbagai kajian dan pengamatan, saat ini banyak tayangan televisi yang menawarkan nilai buruk melalui program-program tayangan yang tidak berkualitas dan tidak mendidik, seperti masih adanya tayangan berbau kekerasan, adegan seksual (pornoaksi), mistik/klenik, eksploitasi perempuan/anak-anak, tayangan bernuansa hedonis/materialistis serta mengandung gosip.<>

PBNU memandang perlunya tindakan kongkrit dari berbagai pihak yang berwenang, khususnya Komisi Penyiaran Indonesia, Dewan Pers dan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) untuk mengambil langkah yang tegas dan prosedural untuk memberikan peringatan dan tindakan seperlunya agar tayangan televisi tidak menampilkan tayangan yang ’berbahaya’ bagi publik.

Karenanya, saat ini perlu ditelaah kembali soal manfaat dan madharat dari tayangan televisi. Tayangan yang bermanfaat perlu ditingkatkan dalam kualitas dan jumlahnya, sementara yang membawa madharat perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan. Ke depan, kita mengharapkan terciptanya tayangan yang beretika dan edukatif.

Untuk itu, PBNU akan menggelar sesarehan Menciptakan Tayangan Televisi yang Beretika dan Edukatif pada hari Rabu, 27 Januari 2010. Kegiatan merupakan bagian dari kegiatan pra muktamar NU untuk menyambut penyelenggaraan Muktamar ke-32 NU, di Makassar, Maret 2010.

”Banyak tayangan televisi di Indonesia berisi hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh publik selaku audiens. Publik lebih sering dijejali oleh hal remeh temeh yang tidak mendidik dan bahkan membodohi. Bahwa tidak semua tayangan televisi berisi muatan jelek, namun kenyataan tidak sedikit dari tayangan televisi itu yang isinya ’berbahaya’ bagi publik,” kata Sultonul Huda, panitia acara.

Dalam konteks itu, lembaga penyiaran televisi memiliki peran yang besar dalam pembentukan karakter anak bangsa. Apalagi televisi sekarang ini telah menjadi referensi dan merupakan hal yang ’wajib’ dalam era teknologi informasi. Sampai-sampai kondisi ini menimbulkan ketergantungan oleh sebagian masyarakat terhadap teknologi media, termasuk televisi. Sebagaimana dikatakan oleh pakar komunikasi Marshall McLuhan, manusia akan mengalami determenisme teknlogi komunikasi.

Dikatakannya, dalam kajian ekonomi politik, terjadi praktek eksploitasi dan proses komodifikasi (menjadikan semua hal komoditas menguntungkan) yang berlebihan terhadap sisi buruk masyarakat misalnya konflik rumah tangga, masalah pribadi, kemiskinan, kebodohan, pergaulan bebas, perilaku hedonis, hegemoni patriarkhis, seks bebas, ketergantungan pada hal mistis dan sebagainya dengan menjadikan hal-hal itu sebagai program siaran.

”Dalih bahwa media sebatas melayani keinginan masyarakat yang menyukai tayangan-tayangan semacam itu sangatlah tidak tepat. Dalih itu salah dan tidak bisa dijadikan dasar pijakan, karena pada dasarnya fungsi pelayanan media bagi publik adalah pemberi informasi, sarana pendidikan, wahana hiburan, alat kontrol dan perekat sosial,” tandasnya.

Terkait dengan tayangan yang mengandung gosip, PBNU kembali menegaskan salah satu hasil keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU pada tahun 2006 di Surabaya yang menyatakan bahwa infotainment yang berisi ghibah (pergunjingan aib seseorang/pribadi) adalah haram.

Ke depan, NU sebagai ormas keagamaan Islam terbesar bekerjasama pihak terkait akan terus melakukan pemantauan dan monitoring terhadap perilaku penyiaran televisi di Indonesia, sebagai bentuk amar makruf nahyi munkar serta untuk melindungi kepentingan publik serta menyadarkan masyarakat di hadapan media (literasi media) dan sekaligus mendorong terwujudnya tayangan televisi yang bermartabat.

Beberapa narasumber yang hadir dalam acara ini adalah, Tiffatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika RI), KH A. Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU), Pdt. A.Y. Wangoe (Ketua Umum PGI), Prof Dr Sasa Djuarsa Sendjaja, (Ketua Komisi Penyiaran Indonesia/KPI), Prof Dr Ichlasul Amal (Ketua Dewan Pers) dan Dr Effendi Khoiri (Komisi I DPR RI). (mkf)


Terkait