Warta

Perlu Counter Program Terhadap Propaganda Anti-NKRI

Jumat, 21 Oktober 2005 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Prof. Bilveer Singh dari Universitas Nasional Singapura menandaskan perlunya dilakukan counter program terhadap propaganda yang bertujuan melemahkan keutuhan Negara Kesatuan RI (NKRI).

"Isu-isu di daerah seperti diskriminasi, eksploitasi ekonomi dan degredasi lingkungan penting diatasi, begitu pula isu ketidakadilan," kata Bilveer Singh dalam Seminar Nasional 77 Tahun Sumpah Pemuda di Jakarta, Kamis.

<>

Ia juga menekankan pentingnya pengembangan kebangsaan. Menjadi Indonesia, menurutnya adalah tanggungjawab semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah. "Oleh sebab itu, untuk mempertahankan kesatuan Indonesia perlu ’sense of belonging’ terhadap NKRI, dan perlu nilai-nilai bersama seperti Pancasila," ujarnya.

Dalam acara yang dibuka oleh Menko Polhukkam Widodo AS itu, sejumlah termasuk sejarawan Dr. Anhar Gonggong, Gubernur Lemhannas Prof.Dr Muladi SH, anggota Parlemen Belanda Hans van Baalen, serta Ketua Komisi I DPR Theo L. Sambuaga tampil sebagai pembicara.

Prof.Muladi mengingatkan, manipulasi terhadap Pancasila sebagai ideologi negara hanya mengakibatkan trauma politik yang luar biasa. Akibatnya, terjadi kesimpangsiuran penyelenggaraan pemerintahan, ujarnya.

Ia menegaskan bahwa ideologi tetap penting untuk memberikan arah dan Pancasila tetap menjadi ideologi. Muladi juga mengatakan, Pancasila hendaknya dimaknai sebagai ideologi terbuka yang tidak antroposentris melainkan antropokosmosentris.

"Untuk mengatasi berbagai persoalan mendasar perlu dikembangkan constructive pluralism, dan Pancasila hendaknya dijadikan basis perumusan framework national resillience," ucapnya.

Theo Sambuaga menegaskan, Indonesia saat ini perlu pendekatan kesejahteraan, kebudayaan dan keadilan dengan pembangunan ekonomi yang dipercepat, dengan fokus pada upaya perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, pendidikan dan kesehatan.

"Namun demikian, good governance dan penegakan hukum juga perlu ditingkatkan disertai prinsip ’to win the hearts and minds of the people.’," ujarnya.

Sementara itu anggota Parlemen Belanda Hans van Baalen meyakinkan, bahwa Belanda memandang Irian Jaya (Papua) adalah bagian final dari Indonesia. Ia menegaskan bahwa urusan Aceh, Maluku dan Irian merupakan bagian dari urusan internal Indonesia, dan Belanda tidak akan turut campur.

Van Ballen juga menandaskan pentingnya kerjasama yang baik antara Indonesia dan Belanda ditingkatkan, karena Belanda bisa menjadi pintu Indonesia ke Uni Eropa, dan sebaliknya Indonesia menjadi pintu masuk Belanda ke Asean.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Gajah Mada, Prof.Sofian Effendi mengingatkan, ancaman disintegrasi muncul karena ’kita belum mampu’ mewujudkan tujuan NKRI seperti yang diamanatkan para founding father dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan keadilan sosial.

"Karena itu, perlu sumpah pemerintah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila," ujarnya.(atr/cih)

 


Terkait