Jakarta, NU Online
Asosiasi Ma’had Ali se-Indonesia (AMAI) mengusulkan agar kelembagaan ma’had ali bisa masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) yang saat ini sedang dalam pembahasan di Komisi X DPR.
Alasannya, antara lain, karena di Indonesia saat ini ada kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan ahli agama. Ma’had aly adalah pendidikan tinggi berada di lingkungan pesantren yang mengkhususkan pengembangan ilmu-ilmu agama Islam setingkat perguruan tinggi.
<>“Keberadaan ma’had ali ini sangat urgen untuk bisa masuk dalam RUU PT,” kata juru bicara AMAI Dr Abdul Jalal saat beraudiensi ke Fraksi PKB di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Audiensi AMAI ditemui Sekretaris Fraksi PKB Hanif Dhakiri didampingi Anggota Komisi X Abdul Hamid Wahid (Gus Hamid) dan Dedi Wahidi. Ikut menemui mereka dua anggota DPR non-PKB, yakni Nasruddin (Fraksi Golkar) dan Zaini Rahman (Fraksi PPP).
Ijazah Ma’had Ali Bisa Diakui
Dikatakan, Prof Dr Tolhah Hasan, mantan Menteri Agama, sebenarnya pernah mengeluarkan surat kepada Dirjen Pendidikan Islam Kemenag agar ijazah Ma’had Ali bisa diakui. Tetapi karena alasan bahwa keberadaan Ma’had Ali tidak ada dalam nomenklatur UU PT, maka Dirjen Pendidikan tinggi berani mengeluarkan peraturan tentang ma’had ali.
AMAI sesungguhnya mengetahui bahwa UU Sisdiknas memang mengatur soal pendidikan diniyah dan pesantren. Yang menjadi persoalan, ternyata Ma’had Ali sebagai pendidikan tinggi di pesantren tidak diatur didalamnya.
“PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan dianggap cacat karena alpa memasukkan ma’had ali sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi Islam,” katanya.
Di Bawah Kemenag atau Kemendikbud.
Dikatakan, selama ini alasan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag tidak berani mengeluarkan peraturan tentang Ma’had Ali karena keberadaan Ma’had Ali tidak ada dalam nomenklatur UU PT.
Karena itu, ketika persoalan Ma’had Ali masuk dalam nomenklatur UU PT, hal tersebut akan memudahkan Ma’had Ali diakui sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan masuk dalam kebijakan pendidikan secara nasional. Keberadaan UU secara formal mengatur dipandang mampu memberi jawaban atas status Ma’had Ali dalam system pendidikan tinggi di Indonesia.
Menurut Abdul Jalal (dosen Ma’had Aly Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, Jawa Timur), karena kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dan ahli agama ini, maka kemudian menginspirasi para kiai di pesantren-pesantren untuk mendirikan ma’had ali di pesantren. Alasanya, lembaga pendidikan tinggi yang ada saat ini dinilai sulit untuk mencetak kader ahli agama. “Oleh karena ini, kami sowan ke sini agar PKB membantu memperjuangkan ma’had ali diakomodir dalam RUU PT,” katanya.
Redaktur : Hamzah Sahal
Kontributor : Achmad Maulani, Kholilul Rohman Ahmad