Warta

Pornografi Harus Dilenyapkan dari Ranah Kesenian

Kamis, 22 Mei 2008 | 04:20 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagai seorang aktor, sutradara dan sekaligus produser, Slamet Rahardjo Djarot menanggapai soal isu pornografi yang marak belakangan ini dengan cara pandang yang sangat berbeda. Bukan dilihat dari sudut agama atau politik tetapi dari sudut estetika seni sendiri.

“Seorang seniman tulen pasti mempelajari hubungan antara etika, estetika dengan erotika, dan bisa membedakannya dengan pornografi,” kata Slamet dalam perbincangan dengan NU Online di sanggar Teater Populer Jakarta Pusat pekan lalu.<>

Ia mencontohkan ada seorang ibu yang sedang menyusui anaknya. Di situ ada erotika, ada keindahan dan ada kasih sayang. Tetapi di tangan orang jahil payudara sang ibu itu akan dipandang dari sudut yang lain, diekploitasi dipamerkan dijual untuk membangkitkan birahi. Inilah yanag disebut dengan porn atau pornografi.

Kalau sudah begini bukan lagi estetika tetapi sudah kejahatan, dan karya seni semacam itu hanya dibuat oleh seniman penjahat. Mereka menyalahgunakan realitas untuk meraih keuntungan bisnis dengan mengundang nafsu rendahan.

"Karena sebagai kejahatan maka pornografi harus dilenyapkan dari ranah kesenian. Tetapi cara pelenyapannya tidak cukup dengan lembaga sensor. Kalau ini yang dilakukan akan tetap bobol, karena otaknya masih otak kotor dan jahat," katanya.

Langkah yang paling tepat adalah pendidikan dan penyadaran dengan menunjukkan pada mereka bahwa di negeri ini masih banyak persoalan besar bagaimana memajukan bangsa ini, menegakkan keadilan, menegakkan kebenaran dan mengngkat derajat kemanausiaan dan mengangkat martabat bangsa.

"Bila mereka bisa melihat betapa besarnya soal yang dihadapi bangsa ini mereka tidak akan berkutat dalam eksploitasi nafsu birahi. Kalaupun ada paling kecil porsinya, tidak seperti sekarang ini semuanya mengekploitasi pornografi sebagai substansi kesenian mereka," demikian Slamet.

Mereka tidak bisa melihat realitas lain semata karena didesak oleh kepentingan bisnis, sehingga yang dibisniskan bukan lagi seni tetapi sudah bisnis pornografi. Pornografi ini sendiri tidak hanya merusak kesenian, tetapi juga merusak mental masyarakat yang justeru seharusnya para seniman dan budayawan ikut membangunnya.

Melihat kenyataan itu Slamet memandang sudah semestinya kalau kalangan ulama dan agamawan marah terhadap kecenderungan pornografi, karena tugas ulama adalah membangun akhlakul karimah.

Sementara akhlakul karimah harus diwujudkan dalam setiap aspek kehidupan. Karena itu Slamet juga heran kalau ada seniman yang ramai berdemionstrasi membela pornografi. Ini bretentangan dengan perinsip kesenian itu sendiri, karena seni mengutamakan etika dan estetika sekaligus. (mdz)


Terkait