Warta

Publik Perlu Dukung Hak Angket Impor Beras

Jumat, 9 Desember 2005 | 11:17 WIB

Jakarta, NU Online
Pengamat ekonomi dari Indep Bustanul Arifin berpendapat, penggunaan hak angket dan hak interpelasi terkait impor beras perlu didukung masyarakat dan anggota DPR untuk tetap bersemangat memperjuangkan hak tersebut, sekalipun nantinya akan mengalami hadangan yang kuat dari pemerintah.

Ketika berbicara pada Dialektika Demokrasi bertema ”Prospek Hak Angket Impor Beras” di Press Room DPR/MPR Jakarta, Bustanul mengatakan, sulit menerima argumen yang digunakan untuk melakukan impor beras.

<>

"Kenapa hak Dewan itu harus diperjuangkan terus? Karena kita tidak dapat menerima argumen yang disampaikan pemerintah mulai dari Deptan, Deperdag dan Bulog yang antara satu sama lain berbeda, baik menyangkut stok beras, data konsumen maupun data kependudukan," katanya.

Dia mengatakan, BPS terbukti sejak tahun 1996 tidak bekerja melakukan pendataan penduduk termasuk pendataan jumlah rakyat miskin dan setengah miskin. Ketidakakuratan data ini yang kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memaksakan impor beras itu.

Bustanul memperkirakan hak interpelasi dan hak angket yang diajukan anggota DPR akan mendapat hadangan besar dari pemerintah karena dari impor beras sudah dapat dipastikan keuntungan yang sangat besar ke kantong pihak tertentu.

"Satu kilogram beras saja, pemerintah sudah dapat untung Rp1000,-. Bayangkan kalau pemerintah mengimpor beras dari Vietnam atau dari Cina sebanyak 70.050 ton dikali keuntungan 1000 rupiah per kilogramnya,” kata Bustanul.

Dukungan serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IV dari Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Andy Fachri Laluasa. Menurut dia, hak interpelasi harus tetap berjalan selama dalam koridor impor beras. Apalagi setiap pertemuan dengan pihak pemerintah, komisi IV tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai data akurat mengenai stok dan kebutuhan beras nasional.

Sehubungan dengan hal itu, Andi mendesak BPS untuk melakukan pendataan penduduk secara mendetail terutama tentang jumlah masyarakat miskin dan setengah miskin yang memiliki hak untuk mendapatkan subsidi beras. ”Saya sangat setuju terhadap penelitian Indep yang menyatakan bahwa pendataan yang dilakukan BPS amburadul dan jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Indep,” katanya.

Dia menjelaskan mengenai perbedaan data. Menurut Deptan, tingkat konsumsi perkapita 116,3 kg, sedang hasil dari BPS 136 kg. Selisih tersebut harus didalami betul supaya ketika mengambil keputusan perlu-tidaknya beras impor itu dilakukan atau tidak, ada data akurat sebagai landasan pengambilan keputusan. ”Sebagai partai pendukung pemerintah, Golkar hati-hati dalam mengambil sikap. Kita tidak mau mengambil keputusan di tengah ketidakpastian data yang akurat,” katanya.

Anggota Fraksi PDIP DPR Hasto Kristianto selaku penggagas Hak Angket mengatakan, dalam persoalan impor beras semua pihak terutama pemerintah harus melihat tidak hanya dari kaca mata politik, tetapi lebih kepada kepentingan petani.

”Apalagi, mekanisme pengambilan keputusan impor beras itu telah bertentangan dengan UU No.7 Tahun 1996 dan melanggar Surat perpanjangan larangan impor beras Nomor 442/M-DAG/6/2005 tanggal 24 Juni 2005,” kata Hasto yang juga anggota Komisi IV DPR.(ant/mkf)


Terkait