Sebanyak 75 orang yang terdiri pelajar dan umum, Senin memadati lobi kantor RRI Surabaya, Jl Pemuda, Senin (8/11). Mereka tampil sebagai peserta lomba pidato Bung Tomo yang digelar untuk memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember.
Lomba itu terbagi dalam dua hari, karena jumlahnya yang melebihi kuota. Menurut Sekretaris Panitia Lomba Pidato Bung Tomo Ria Enandini, sebenarnya mereka mematok peserta 50 orang. “Tapi yang mengambil formulir 77 orang dan yang sudah mengembalikan formulir 75 orang,” jelasnya.<>
Para peserta tampil dengan mengenakan berbagai atribut khas perjuangan. Seperti mengenakan pakaian ala seragam Bung Tomo lengkap dengan topinya, seragam tentara, seragam ala Sakerah, seragam tentara kolonial zaman dulu, hingga kostum ala pejuang rakyat yang mengenakan kaus dan celana pendek compang-camping.
Bambang Sulistomo, anak almarhum Bung Tomo yang hadir di RRI mengatakan bahwa dia merasa terharu. “Apalagi melihat para pesertanya yang rata-rata adalah anak muda. Keteladanan dan semangat bapak sangat terlihat pada mereka. Saya jadi terkenang sendiri dengan bapak,” ujar Bambang.
Sedangkan Hartoyik, Ketua Legium Veteran RI Surabaya, yang menjadi juri, mengaku terkesan dengan penampilan para peserta. “Tapi untuk penilaian, kami punya beberapa aspek, yaitu aspek vokal, penjiwaan, dan penampilan,” jelasnya.
Terpisah, di Surabaya Plaza Hotel (SPH), 40 pelajar dan mahasiswa tampil dalam lomba parikan dan kindungan perjuangan. Salah satu peserta kidungan, Achmat Fajar Fariski Aziz, 16, kelas XI SMA 17 Agustus 1945, tampil dengan mengenakan celana hitam, dan atasan batik lengan panjang. Lengkap dengan blangkon jawa dan selop.
Materi kidungan yang dibawakannya adalah ciptaan guru bahasa Indonesianya, Edi Darmanto. “Sempat grogi juga karena lagunya kurang pas dengan gamelannya,” jelas Achmat.
Yusak Anshori, General Manager SPH, mengungkapkan, lomba ini merupakan bentuk tanggung jawab sosial SPH ke masyarakat. “Termasuk memeriahkan perayaan Hari Pahlawan,” ujarnya.
Sebelum lomba, di tempat yang sama juga digelar peresmian Komunitas Parikan dan Kidungan Surabaya (KPKS). Yusak sebagai pembina. Sementara sebagai ketua HM Cengho Jadi Galajapo. Tentang KPKS, Yusak dan Jadi mengaku merupakan wadah yang bisa dimanfaatkan bagi seniman, penyukai dan hobi parikan dan kidungan Surabaya untuk saling berinteraksi.
“Tak hanya saat lomba, tapi juga dalam kegiatan kesenian lainnya. Kami berencana membahas lebih lengkap program-program kami,” ujar Jadi sepeti dikutip Surya. (sam)