Warta

Syamsi Ali, Ulama Indonesia Kondang di Belantara New York

Rabu, 26 Oktober 2005 | 00:59 WIB

New York, NU Online
Ketika Muhammad Syamsi Ali, MA (38) sedang berjalan kaki di kota Hartford, Connecticut (utara New York) untuk menjadi "keynote speaker" pada pertemuan ICNA (salah satu organisasi Islam terbesar di Amerika), seorang sopir taksi menepikan mobilnya dan keluar menghampirnya.

"Assalamu’alaikum imam Syamsi," kata sang sopir taksi seraya memperkenalkan dirinya dan mengaku bahwa ia sering mengikuti ceramah Syamsi Ali di Masjid Islamic Center of New York.

<>

Itu sekelumit kisah betapa di tengah kota New York yang dipenuhi orang  top dunia, Syamsi Ali menanamkan pesona yang diingat orang. Kalangan Muslim di New York umumnya cukup mengenal Syamsi Ali sebagai seorang pemuka Islam asal Indonesia di kota tersebut.

Apalagi dalam lima tahun terakhir ini ia sering tampil dalam forum-forum penting Islam, mulai dari tingkat kota hingga forum yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan Amerika Serikat. Kini selain sebagai imam pada Islamic Center, masjid terbesar di New York, Syamsi juga dipercaya menjadi direktur Jamaica Muslim Center, sebuah yayasan dan masjid di kawasan Timur New York yang dikelola komunitas muslim asal Bangladesh.

Di Perwakilan tetap RI untuk PBB, ia masih tercatat sebagai staf bidang humas dan informasi. Dengan tiga posisi tersebut, tentunya Syamsi Ali harus dapat mengatur waktunya secara ketat. Apalagi selama bulan Ramadhan saat ini, nyaris tiap hari ia  diminta untuk menyampaikan ceramah atau mengisi kegiatan di berbagai masjid dan forum-forum  yang diselenggarakan komunitas Muslim di New York serta kota lainnya di AS.

Pekan ini, Syamsi bersama Dubes RI untuk PBB Rezlan Ishar Jenie berkunjung ke Kingston (ibukota Jamaika, negara kawasan Karibia) untuk menjadi pembicara pada seminar di Kingston University mengenai Islam di Indonesia dan Asia.

Di kalangan pers, Syamsi adalah narasumber utama media-media massa New York terutama dalam menanggapi suatu peristiwa penting, misalnya kasus bom di London bulan Juli lalu. Munculnya orang Indonesia sebagai pemuka Muslim di New York merupakan suatu hal yang cukup unik, karena meskipun Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun jumlah Muslim asal Indonesia yang berdomisili di kota tersebut relatif sedikit.

Dari sekitar 800.000 Muslim di New York, mayoritas adalah keturunan dari Timur Tengah, Asia Selatan (Pakistan dan Bangladesh), dan Afrika. Tiga kelompok mayoritas Muslim tersebut justru sering mempercayai Shamsi Ali sebagai pimpinan. "Terkadang orang belum pernah bertemu saya, mengira saya berasal dari tiga kawasan tersebut, tapi saya selalu memperkenalkan diri sebagai orang Indonesia," kata pria kelahiran Bulukumba, Sulsel tersebut..

Mungkin karena pandangannya yang moderat dan pergaulannya yang cukup luas dengan berbagai kalangan termasuk dengan kalangan non-Muslim dan pemerintahan, maka Shamsi diterima oleh kelompok mayoritas utama Muslim di kota itu. Misalnya pada acara parade Muslim New York di Kawasan Manhattan, bulan lalu, Syamsi berdiri paling depan sebagai pimpinan event tersebut, sekaligus menjadi imam sholat berjamaah di Madison Avenue, sebuah jalan utama di New York.

Pada pertemuan dengan walikota New York Michael Bloomberg dan komisaris NYPD Raymond Kelly sepekan menjalan bulan Ramadhan, lagi-lagi Syamsi Ali yang didaulat memberi sambutan mewakili tokoh-tokoh Muslim di kota tersebut. Di kalangan non-Muslim New York, Syamsi Ali juga cukup dikenal karena sering mengadakan acara-acara dialog antar agama.

Di kantornya di Islamic Center of New YOrk, Syamsi membuka kelas khusus tiap pekan bagi orang-orang non-muslim yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai ajaran Islam.Di forum itulah ia ditantang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis, terutama mengenai tindakan negatif dari kelompok-kelompok tertentu yang sering mengatasnamakan Islam."Sejak peristiwa serangan teroris 11 September 2001, semakin banyak orang di Amerika Serikat ini yang ingin tahu lebih dalam mengenai Islam, inilah tugas kami untuk memberi penjelasan yang sebenarnya," kata pria yang fasih berbahasa Inggris, Arab dan Urdu tersebut.

Bagi Syamsi, New York adalah ladang yang subur untuk berdakwah karena di antara belantara hutan beton dan kesibukan bisnis yang seakan-akan tidak pernah berhenti, masyarakat kota tersebut sebenarnya tetap merindukan sentuhan kerohanian. "Misalnya Di Empire State Building, gedung tertinggi di New York, ada sebuah ruangan khusus meditasi bagi penganut agama apa pun," kata ayah


Terkait