Warta

Tugas NU untuk Berdayakan Pesantren

Kamis, 12 Oktober 2006 | 07:01 WIB

Bogor, NU Online
NU didirikan oleh para kyai dengan basis pesantren yang dimilikinya yang sekaligus sebagai tempat untuk pengembangan faham aswaja yang menjadi nilai-nilai NU. “Dengan perannya seperti itu, NU berkewajiban untuk memberdayakan fungsi pesantren,” tandas Ketua PBNU Abas Mu’in dalam sebuah workshop di Bogor.

Dikatakannya bahwa NU sebagai sebuah organisasi adalah alat bagi para anggotanya untuk mencapai tujuan. “Alat ini seperti pisau bermata dua, bisa digunakan secara positif, untuk pengembangan organisasi atau negatif,  hanya untuk memenuhi kepentingan pengurusnya saja,” imbuhnya.

<>

Untuk meminimalkan penyalahgunaan tersebut, mekanisme organisasi yang meliputi pengawasan dan kontrol sangat penting agar peluang-peluang yang didapat bisa bermanfaat bagi nahdliyyin sebagai basis organisasi, bukan hanya kepentingan pengurus.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Jika kita tak bisa menjaga amanah, maka kasihan pengurus pada periode berikutnya karena lembaga lainnya sudah tak lagi percaya sehingga sulit untuk diajak bekerjasama lagi,” imbuhnya.

Selanjutnya dikatakan bahwa NU perlu mengembangkan keragaman pendidikan warganya dan mempersiapkan pesantren sebagai pemberi bekal agama bagi anak didik lalu, mereka diarahkan untuk mengembangkan keahliannya di berbagai bidang

“Kalau pesantren salaf, tak perlu banyak-banyak, tak semuanya diorientasikan untuk menjadi kyai, makanya pengembangan pendidikan umum di pesantren perlu terus digalakkan,” imbuhnya.

Ini dinilainya sangat penting karena latar belakanga pendidikan di lingkungan NU yang didominasi bidang agama dan sosial menyebabkan terbatasnya akses yang dimiliki.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Fasilitasi Kyai

Untuk mengembangkan pesantren dengan peran sentral kyai yang ada di dalamnya saat ini, Abas menandaskan bahwa kyai perlu difasilitasi, bukan diajari. “Kita buatkan forum bagi mereka untuk berbicara tentang problem dan upaya pengembangan pesantren, biar Kyai sendiri yang mengidentifikasi kelemahan pesantren dan upaya pengembangannya,” tandasnya.

Model ini telah berhasil dicoba di Pasuruan beberapa tahun lalu dimana sejumlah kyai berkumpul. Mereka mau berbicara kelemahan-kelemahan pesantren dan mencari solusinya.

Dikatakannya bahwa upaya untuk memberikan wacana baru pada kyai juga memerlukan metode yang berbeda karena kyai memiliki tradisi yang berbeda. “Ada dua tradisi kyai yang sangat kuat, yaitu membaca dan berbicara. Karena itu saya mencoba mengirimkan kliping-kliping koran dan akhirnya berhasil mengumpulkan mereka untuk berbicara masalah pertanahan di Jogja beberapa waktu lalu,” imbuhnya. (mkf)


Terkait