Daerah

Ketika Bosan dengan Alam Logika

Rabu, 16 Januari 2013 | 05:03 WIB

Semarang, NU Online
Akhir-akhir ini banyak organisasi keagamaan yang mulai kembali menghidupkan tasawuf setelah bosan dengan alam logika dan rasional. Buktinya, banyak buku yang diterbitkan dengan kajian tasawuf oleh kelompok yang dulunya sangat antipati dengan ajaran tersebut. 
<>
“Mereka merasa kering spiritualnya, sehingga akhirnya muncul tasawuf sebagai penyejuk,” ujar Sulaiman al-Kumayi dalam diskusi rutin Mahasiswa Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah al-Nahdliyyah (MATAN) Komisariat IAIN Walisongo Semarang. Acara bertema Dengan Thariqah  Membangun Karakter Generasi Muda Bangsa” juga digelar dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan satu tahun hari lahir MATAN, di Gedung Serbaguna Madrasah TPQ Raudlatul Jannah Perumahan Bank Niaga Ngaliyan Semarang pada, Senin (14/1).

Menyikapi tentang kelompok Islam yang puritan, doktor Tasawuf sekaligus Ketua Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang itu mengatakan bahwa segala usaha yang merongrong dan mengancam kedaulatan NKRI adalah perbuatan yang melawan hukum dan agama. 

"Usaha arabisasi dan Islamisasi Indonesia merupakan hal yang mustahil karena Indonesia bukan jazirah Arab dan banyak terdiri atas berbagai agama. Tarekat di Indonesia menjadi benteng pertahanan utama melawan penjajah di seluruh penjuru Indonesia," jelasnya.

“Menurut saya, toleransi adalah di mana ketika ada orang yang berbeda, kita bukan menganggap itu orang di luar kita tapi mereka adalah yang mewarnai kita. Ibaratnya, pelangi akan dikatakan indah bila terdiri dari banyak warna. Kita tidak boleh berpikiran sempit. Seperti Gus Dur, beliau sangat menghormati dan memperjuangkan hak-hak kaum minoritas karena berpikir posisinya sebagai negarawan,” ujar Sulaiman ketika menerangkan soal toleransi dan keberagaman di Indonesia. 

Menurutnya, bila tingkatan spiritualitas seseorang semakin tinggi, maka dia akan semakin banyak melihat keindahan yang tiada batas pada ciptaan Allah.MATAN Sebagai Garda Depan

Adapun peran pemuda, khususnya mereka yang mengikuti MATAN adalah sebagai garda depan dalam mempertahankan NKRI. “Bahwa rasionalisasi tanpa spiritualitas itu bagaikan menanam pohon tanpa disirami. Begitu juga para mahasiswa yang hanya mengandalkan intelektualitas dan lupa akan moralitas serta dirinya sendiri, mereka akan lupa arah dan tujuan hidupnya,” terang Syariful Anam, narasumber kedua yang juga menjadi Sekretaris I PP MATAN.

Dengan peserta yang berjumlah sekitar duapuluh orang, diskusi berjalan dengan aktif dan penuh antusias. “Walaupun sederhana, namun para narasumber, peserta dan undangan bersemangat. Semoga diskusi ini membawa labet (pengaruh) bagi yang hadir di sini,” ucap Abdul Ghafur selaku ketua umum MATAN Komisariat Walisongo ketika ditemui di lokasi acara. Terlihat beberapa MATAN komisariat di kampus sekitar Semarang hadir sebagai undangan dalam acara tersebut.

Kontributor: Muhammad Akmaluddin