Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan, Titik Awal Penyebaran Islam di Pidie Jaya
Sabtu, 22 Maret 2025 | 16:00 WIB

Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan, Pidie Jaya, Aceh usianya telah menembus lebih dari empat abad. (Foto: NU Online/Helmi)
Helmi Abu Bakar
Kontributor
Di antara hamparan pesisir utara Aceh, berdiri sebuah masjid tua yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang Islam di Tanah negeri Japakeh (Pidie Jaya). Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan, yang usianya telah menembus lebih dari empat abad, bukan sekadar bangunan ibadah, tetapi juga monumen sejarah yang menyimpan kisah heroik dakwah dan budaya.
Terletak di simpang Gampong Beuracan, Kecamatan Meureudu, masjid ini menjadi titik awal persebaran Islam di kawasan Pidie Jaya, diwarisi dari perjalanan para ulama dan saudagar yang menjadikan dakwah sebagai pelita peradaban.
Masjid ini bukan hanya tempat salat, tetapi juga pusat pendidikan agama dan aktivitas sosial yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Sejak didirikan, masjid ini telah menjadi pusat spiritual dan kultural yang terus hidup hingga kini. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri jejak sejarah, arsitektur, serta peran masjid ini dalam kehidupan masyarakat dari masa ke masa.
Asal-Usul dan Sejarah Pendirian
Perjalanan Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan dimulai pada abad ke-16, ketika sekelompok saudagar Muslim dari Madinah mengarungi lautan, membawa ilmu dan cahaya Islam ke Nusantara. Di antara mereka, terdapat tokoh-tokoh seperti Syekh Abdus Salim, Syekh Jamaluddin, dan Malem Dagang. Mereka awalnya berlabuh di Pedir (sekarang Pidie dan Pidie Jaya) setelah mengalami hambatan dalam pelayaran menuju Gujarat, India.
Ada riwayat yang menyebutkan nama ulama yang menjadi pelopor dan pencetus masjid tersebut adalah ada riwayat yang mengatakan Syekh Muhammad Salim namun pendapat yang kuat Syekh Abdus Salim. Ia melanjutkan perjalanan ke Kuala Krueng Beuracan, sebuah daerah yang saat itu masih belum memiliki pusat dakwah yang kuat.
Melihat pentingnya sebuah tempat ibadah yang juga berfungsi sebagai pusat dakwah, pada tahun 1622, Syekh Abdus Salim bersama masyarakat setempat mendirikan Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan. Bangunan ini kemudian menjadi simbol berkembangnya Islam di Meureudu dan sekitarnya.
Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Aceh, didirikan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Syekh Abdus Salim bersama Tgk. Japakeh dan Malem Dagang datang ke Meureudu dengan tujuan menyebarkan Islam. Syekh Abdus Salim bertempat tinggal di hulu sungai Pucok Krueng sehingga ia dikenal sebagai Teungku Di Pucok Krueng.
Masjid ini pernah direnovasi oleh masyarakat setempat pada tahun 1947 dan kemudian dipugar oleh bagian Permuseuman Sejarah Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Provinsi Istimewa Aceh pada tahun 1990.

Arsitektur Masjid yang Penuh Filosofi
Keunikan Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan menurut Tgk Bakhtiar Hasyim salah seorang pengurus masjid Tgk Dipucok Krueng Beuracan terletak pada arsitekturnya yang sederhana namun memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi. Tiang-tiangnya dibangun dari sebatang kayu besar yang dikenal masyarakat dengan sebutan batang rukui, yang diturunkan dari gunung melalui sungai oleh Syekh Abdus Salim Salim.
Pada saat itu terjadi ie raya (banjir besar) yang menyebabkan kayu besar terbawa arus. Syekh Abdus Salim mengatakan, "Di mana berhenti kayu ini, di situ pula akan dibangun masjid." Akhirnya, kayu tersebut berhenti di daerah pemukiman Beuracan, Kecamatan Meureudu. Satu batang kayu itu cukup untuk mendirikan seluruh tiang masjid dengan sangat kokoh.
Perekat yang digunakan untuk menyusun bangunan ini berasal dari campuran telur dan gula karena pada masa itu belum tersedia semen. Pondasi dan dinding bagian kaki terbuat dari batu-batu yang kini telah dilapisi semen. Awalnya, lantai masjid ini hanyalah tanah, tetapi seiring waktu telah direnovasi menggunakan keramik. Bagian atap yang dulu terbuat dari rumbia, kini telah diganti dengan seng yang lebih tahan lama.
Dinding masjid yang semula terbuka kini telah ditutup dengan papan kayu untuk melindungi jemaah dari hujan dan angin. Namun, keasliannya tetap dijaga. Renovasi dilakukan hanya pada bagian-bagian yang mengalami kerusakan akibat bencana alam.
Keberlangsungan dan Keistimewaan Masjid
Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan tidak boleh dirusak atau dihancurkan. Jika terjadi kerusakan karena bencana alam, masjid ini harus menjadi prioritas utama dalam perbaikan sebelum bangunan lainnya. Selama ratusan tahun, masjid ini tidak pernah mengalami perusakan oleh manusia, tetapi hanya terkena dampak dari bencana alam.
Tgk Bakhtiar menyebutkan bahwa pernah pada suatu masa, pemerintah ingin melakukan perluasan jalan yang akan berdampak pada bagian masjid. Khatib yang menjaga masjid saat itu melaksanakan shalat istikharah untuk memohon petunjuk Allah.
Dalam mimpinya selama tujuh malam berturut-turut, ia mendapat isyarat bahwa masjid tersebut tidak boleh dihancurkan. Ketika hendak membangun masjid baru di tempat yang sama, ia kembali mendapat mimpi yang sama. Akhirnya, masjid baru dibangun di samping masjid lama.
Ketika gempa dahsyat mengguncang Meureudu pada 7 Desember 2016, masjid baru yang berbahan beton roboh, sedangkan Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan tetap berdiri kokoh. Hanya bagian belakangnya yang mengalami kerusakan akibat reruntuhan masjid baru. Hal ini semakin memperkuat keyakinan masyarakat akan keberkahan dan keteguhan masjid bersejarah ini.
Banyak orang datang ke masjid ini untuk berdoa dan mencari keberkahan dari peninggalan Syekh Abdus Salim. Masyarakat meyakini bahwa beliau adalah seorang waliyullah yang masih hidup, meskipun makamnya telah dibuat di sebuah gunung tempatnya dulu tinggal. Setiap musim panen, masyarakat berziarah ke makamnya, menyembelih kerbau, dan mengadakan kenduri.
Selain itu, setiap Senin, Kamis, dan Jumat, masyarakat sering melepaskan nazar mereka di masjid ini, seperti menyembelih kambing untuk dimakan bersama-sama. Tradisi ini tetap lestari sebagai bentuk penghormatan kepada masjid dan ulama pendirinya.

Masjid sebagai Pusat Pendidikan dan Kebudayaan Islam
Menurut Tgk Bakhtiar Hasyim, juru kunci masjid, pelestarian masjid ini bukan hanya soal menjaga bangunan fisiknya, tetapi juga mempertahankan tradisi keislaman yang telah diwariskan. "Masjid ini adalah bagian dari sejarah panjang Islam di Aceh. Kita harus menjaganya bukan hanya sebagai bangunan, tetapi juga sebagai tempat zikir dan doa," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris PCNU Pidie Jaya Tgk Zahari, berharap masjid ini dapat terus menjadi pusat kajian Islam yang aktif. "Kami ingin masjid ini tetap menjadi tempat pendidikan Islam yang inklusif dan terbuka bagi generasi muda untuk belajar tentang agama dan sejarah," katanya.
Masjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan bukan hanya bangunan bersejarah, tetapi juga simbol perjalanan panjang Islam di Pidie Jaya. Keberadaannya menjadi bukti nyata bagaimana Islam berkembang di Aceh dengan kearifan lokal yang tetap dijaga. Dari sejarah pendiriannya oleh Syekh Abdus Salim, keunikan arsitektur, hingga tradisi keagamaan yang terus dilestarikan, masjid ini adalah warisan Islam yang tak ternilai.
Menurut Tgk Zahari di sinilah, sejarah dan spiritualitas bertaut erat, menciptakan dinamika kehidupan yang terus berdenyut dari generasi ke generasi. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kebudayaan dan pendidikan Islam yang harus terus dijaga keberlangsungannya demi masa depan Islam di Aceh.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Manfaatkan 10 Hari Terakhir Ramadhan untuk Raih Lailatul Qadar
2
Masuk 10 Hari Terakhir Ramadhan, Berikut 6 Amalan yang Dianjurkan
3
Khutbah Jumat: Menggapai Lailatul Qadar dengan Sabar dan Ibadah yang Ikhlas
4
Khutbah Jumat: Tiga Tingkatan Orang yang Berpuasa Ramadhan, Mengapa Puasa Anda Bisa Berbeda?
5
Pengesahan RUU TNI Khianati Demokrasi
6
Berikut Lafal Niat Itikaf di Masjid
Terkini
Lihat Semua