Daerah

Pondok Al-Muayyad Solo Bentuk Satgas Sarungan untuk Cegah Perundungan dan Kekerasan di Pesantren

Jumat, 1 Maret 2024 | 14:15 WIB

Pondok Al-Muayyad Solo Bentuk Satgas Sarungan untuk Cegah Perundungan dan Kekerasan di Pesantren

Workshop bertajuk 'Membangun Lingkungan Ponpes Al Muayyad Tanpa Perundungan dan Kekerasan' pada Desember 2023. (Foto: akun X @almuayyad_solo)

Jakarta, NU Online

Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Solo, Jawa Tengah, telah menginisiasi langkah preventif yang efektif dalam menangani kasus kekerasan atau perundungan di lingkungan pesantren dengan membentuk Tim Satgas Sarungan atau Satuan Tugas Santri anti Perundungan dan Kekerasan. Satgas ini terbentuk pada Desember 2023.


Ketua Umum Pesantren Al-Muayyad Solo Muhammad Faisol menjelaskan bahwa semua pesantren sejatinya telah menerapkan standar operasional prosedur (SOP) anti-perundungan, dengan penyatuan aturan di unit asrama dan satuan pendidikan tingkat SMP, SMA/MA, Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), Madrasah Diniyah Wutsho (MDW).


Langkah ini diambil sebagai upaya peningkatan kelembagaan untuk memastikan koordinasi dan penanganan yang lebih efisien serta efektif karena dilakukan secara bersama-sama.


"Jadi, awalnya membentuk pola itu sederhana saja. Kita hanya menyatukan beberapa unit yang sudah ada. Satuan kerja di unit asrama dan satuan pendidikan, kita jadikan satu. Kalau ada kasus bullying, sudah ada komite, ada perwakilan dari siswa," ujar Gus Faisol kepada NU Online, Jumat (1/2/2024).


Gus Faisol menegaskan bahwa pencegahan kekerasan sudah menjadi bagian dari praktik umum di pesantren, tetapi tugasnya masih terpusat pada pengasuh.


Ia menegaskan bahwa dengan langkah ini, diharapkan upaya pencegahan dapat melibatkan semua pihak, bukan hanya pengasuh dan asrama, tetapi juga melibatkan guru mata pelajaran.


"Anak-anak tidak hanya diberi nasihat, tetapi juga contoh. Karena karakter tidak hanya dibentuk melalui kurikulum tetapi juga melalui contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Menghormati yang tua serta membimbing yang muda," tegasnya.


Gus Faisol juga menekankan bahwa pimpinan pesantren harus kreatif dan inovatif dalam membaca kondisi dan tren anak-anak saat ini. Pasalnya, fenomena kekerasan sebagai dampak negatif dari konten media sosial yang negatif.


Dalam hal ini, semua bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus perundungan, termasuk Kementerian PPPA dan KPAI, dengan adanya konten di media sosial dan alat komunikasi.


"Jadi, PR ini bukan hanya untuk kita, KemenPPPA, KPAI juga harus bertanggung jawab dengan konten dan game yang mengandung kekerasan di HP dan media sosial. Semua itu harus dievaluasi," jelasnya.