Internasional

Pengamat Hubungan Internasional Nilai Israel Tak Bakal Menangkan Perang di Gaza

Sabtu, 1 Juni 2024 | 06:00 WIB

Pengamat Hubungan Internasional Nilai Israel Tak Bakal Menangkan Perang di Gaza

Potret bangunan-bangunan di Gaza, Palestina yang hancur akibat serangan yang dilakukan Israel sejak 7 Oktober 2023 lalu. (Foto: akun X Times of Gaza)

Jakarta, NU Online
Pengamat hubungan internasional dari Central Normal University, Tiongkok Syaifuddin Zuhri menilai peperangan yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina tidak memberikan kemenangan nyata.
 

“Peperangan yang dilakukan Israel tak ada kemenangan,” kata Zuhri kepada NU Online, Jumat (31/5/2024).

 
Ia melihat, opini global dan diplomasi internasional semakin memperkuat posisi Palestina, sementara korban di Gaza telah mencapai lebih dari 36 ribu jiwa, membuat Israel berpotensi terkucil di kancah internasional dan menjadi negara paria.
 

Hal ini membawa kemungkinan bahwa Amerika Serikat berpotensi menjadi satu-satunya kekuatan yang mendukung Israel.
 

“Israel dalam pergaulan internasional siap-siap terkucil. Mungkin satu-satunya nanti yang menjadi kekuatan back-up Israel tinggal AS,” jelas dia.
 

Dengan negara-negara Eropa seperti Irlandia, Spanyol, dan Norwegia secara resmi telah mengakui Palestina, menurut dia, Malta dan Slovenia, yang juga anggota Uni Eropa, diperkirakan akan segera menyusul.
 

Hingga saat ini, 146 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui eksistensi negara Palestina.
 

Pengakuan ini menjadi tanda signifikan bagi kedaulatan Palestina, yang sebelumnya hanya didukung oleh sebagian besar negara-negara ketiga di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
 

Meskipun jumlah negara yang mengakui Palestina terus bertambah, Zuhri menilai upaya tersebut masih belum cukup tanpa dukungan dari pemain global utama seperti Amerika Serikat dan Inggris.
 

Kedua negara Barat tersebut berharap Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan secara damai. Pengakuan atas negara Palestina dapat menjadi langkah awal menuju solusi abadi, tetapi juga dikhawatirkan tidak akan efektif tanpa perubahan nyata di lapangan.
 

“Satu sisi, memang pengakuan atas negara Palestina dapat menjadi langkah awal menuju solusi abadi dan damai terhadap konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Sisi lain, berpendapat bahwa pengakuan itu tidak ada gunanya kecuali jika ada perubahan kondisi nyata di lapangan,” jabarnya.
 

Zuhri menyebut pengakuan negara Palestina memberikan rakyat Palestina kekuatan politik, hukum, dan simbolis yang lebih besar di mata hukum internasional.
 

Dengan pengakuan ini, Israel dan Palestina menjadi dua entitas yang setara secara hukum internasional, memungkinkan isu pencaplokan wilayah Palestina untuk diangkat menjadi masalah hukum yang lebih serius.
 

Setelah diakui sebagai negara, Palestina berpotensi menyeret Israel ke pengadilan internasional, menuntut keadilan dan pengakhiran pendudukan ilegal.
 

Pengakuan negara-negara Eropa terhadap Palestina merupakan langkah penting dalam diplomasi kemerdekaan Palestina. Namun, perjuangan dan tantangan bagi Palestina masih membutuhkan waktu panjang, terutama dengan invasi Israel yang terus berlangsung di sebagian besar wilayah Palestina.
 

“Palestina mungkin saja akan membawa Israel ke pengadilan internasional,” pungkasnya.