Harga Gabah saat Panen Raya Justru Turun, Guru Besar UGM Ungkap 3 Faktor Penyebabnya
NU Online · Selasa, 15 April 2025 | 19:00 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Memasuki April 2025 atau sering disebut bulan panen pada musim pertama, membuat para petani di Indonesia mulai memanen padinya secara serempak. Namun, pada panen raya ini, banyak petani yang mengeluhkan harga gabah yang turun.
Padahal, harga gabah telah ditentukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2025 bahwa Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) yaitu Rp6.500 per kilogram.
Namun faktanya, gabah petani banyak yang dihargai di bawah Rp6.500. Bahkan, ada yang dihargai Rp5.000 per kilogram, di antaranya di daerah Indramayu, Ngawi, Cilacap, Pati, dan Purworejo.
Merespons hal itu, Guru Besar Bidang Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Subejo mengungkap tiga faktor yang menyebabkan penurunan harga gabah saat panen raya di musim pertama ini.
1. Kapasitas gudang Bulog
Subejo menuturkan bahwa kapasitas gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) di setiap kota/kabupaten belum bisa menyerap semua padi di daerahnya.
“Gudang Bulog ini belum bisa menyerap gabah para petani, sementara itu gudangnya hanya ada satu di setiap kabupaten dan itu hanya ada di pusat kabupaten,” ujar Subejo kepada NU Online pada Selasa (15/4/2025).
2. Rantai penjualan yang panjang
Ia menyampaikan bahwa rantai penjualan yang panjang sering membuat harga gabah kering dihargai di bawah standar HPP GKP.
“Jika melewati dua atau tiga level, itu yang akan terjadi pemotongan harga. Kalau dari petani ke pengepul, lalu pengepul ke Bulog, ini agak mendekati,” ungkapnya.
“Kalau dari petani ke pengepul pertama, pengepul pertama ke pengepul kedua, pengepul kedua ke pengepul ketiga, dan seterusnya hingga ke Bulog, ini penyebabnya,” tambah Subejo.
3. Kualitas padi yang tidak sesuai standar
Subejo menyampaikan bahwa penurunan harga gabah juga disebabkan dari kualitas padi yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan Bulog. Bulog menetapkan dua standar, yaitu kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
“Dari Bulog, ada persyaratan yang memberatkan petani. Ini juga yang menjadi permasalahan. Misal petani yang belum mengeringkan gabah dengan sempurna,” katanya.
Subejo menegaskan bahwa harga gabah akan mudah di bawah HPP jika tidak memenuhi kualitas standar harga.
“Biasanya petani setelah panen langsung dijual ke pengepul, tidak dikeringkan dahulu, ini yang buat harganya tidak sesuai HPP,” katanya.
Ia menyarankan kepada pemerintah untuk memperbanyak kapasitas gudang Bulog di setiap kota/kabupaten dan menambah sumber daya manusia (SDM) Bulog sehingga menjangkau hingga ke petani.
“Seharusnya (gudang Bulog) jangan hanya satu (tapi harus) ditambah, dan itu di kecamatan yang berbeda supaya terserap, dan penambahan personel Bulog, supaya menjangkau (gabah) ke petani secara langsung,” katanya.
Subejo juga menyarankan bahwa merang dan jerami sisa panen dapat diolah sehingga memiliki nilai jual tambahan bagi petani.
“Seharusnya pemerintah juga memikirkan bagaimana pengolahan merang dan jeraminya sehingga petani mendapatkan pemasukan tambahan,” ujarnya.
Menurutnya, merang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan jerami dapat diolah menjadi pakan ternak.
“Di Kabupaten Kudus itu merangnya digunakan untuk industri jamur. Saya kira jika semua kota atau kabupaten bisa memanfaatkan merang dan jerami ini baru akan terlihat dampak yang nyata bagi petani,” ucapnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Pentingnya Amanah dan Kejujuran di Tengah Krisis Kepercayaan Publik
2
Khutbah Jumat: Jangan Ikut Campur Urusan Orang, Fokus Perbaiki Diri
3
Khutbah Jumat: Menjadi Hamba Sejati Demi Ridha Ilahi
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Menjauhi Lingkungan Pertemanan yang Toxic
5
3 Instruksi Ketum PBNU untuk Seluruh Kader pada Harlah Ke-91 GP Ansor
6
Ketum GP Ansor Kukuhkan 100.000 Banser Patriot Ketahanan Pangan, Tekankan soal Kemandirian
Terkini
Lihat Semua