Nasional

Moderasi Beragama Penting bagi Mahasiswa untuk Jaga Citra Islam

Sabtu, 30 Oktober 2021 | 13:37 WIB

Moderasi Beragama Penting bagi Mahasiswa untuk Jaga Citra Islam

Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI Zainut Tauhid Sa’adi. Foto: Istimewa)

Cirebon, NU Online
Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, perspektif moderasi beragama dalam pemahaman teks-teks agama dan kehidupan sosial bagi mahasiswa sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mampu menjadi katalisator atau agen perubahan dalam rangka menjaga citra Islam yang moderat dan rahmatan lil alamin.


Hal itu disampaikan Zainut saat memberikan kuliah umum dalam acara Dies Natalies IV Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren Cirebon bertajuk Transformasi Institusi Menuju Perguruan Tinggi yang Inklusif, di Auditorium MANU Putra Buntet Pesantren Cirebon, pada Sabtu (30/10/2021).


Di hadapan para kiai dan sivitas akademika Buntet Pesantren Cirebon itu, Zainut kemudian menjelaskan bahwa moderasi beragama dilandasi oleh tiga hal. Pertama, karena kehadiran agama bertujuan untuk menjaga martabat kemanusiaan dengan pesan-pesan kasih sayang.


Kedua, adanya pemahaman bahwa pemikiran keagamaan bersifat historis. Namun, realitas terus bergerak secara dinamis, sehingga kontekstualisasi menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa terelakkan.


“Tidak justru terjebak pada teks yang melahirkan cara beragama yang eksklusif,” terang Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) masa khidmat 1988-1996 itu.


Ketiga, moderasi beragama dilandasi atas dasar tanggung jawab bersama dalam menjaga persatuan Republik Indonesia dari pihak-pihak yang merongrong kehormatan bangsa. Zainut menegaskan, para mahasiswa yang kelak menjadi pemimpin di masa mendatang harus dipandu dengan baik.


“Saya berharap, melalui forum ini akan lahir calon-calon pemimpin mahasiwa yang mampu menjawab tantangan zaman dalam kancah global. Pada saat yang sama, kita membutuhkan figur pemimpin yang komitmen terhadap nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan,” harap Wamenag.


Pentingnya perspektif moderasi beragama itu juga berdasarkan atas kondisi keberagamaan di Indonesia. Menurut Zainut, kondisi itu seringkali mengalami kontraksi akibat terjadi berbagai benturan di masyarakat. Sebab terdapat sebagian kelompok yang hendak memaksakan pemahaman keagamaan yang esktrem.  


Ia pun memaparkan hasil penelitian yang dilakukan Pusat Studi Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2018. Data itu menunjukkan, di 18 kota/kabupaten terdapat ancaman paham radikalisme dan ekstremisme di kalangan muda berusia 15-24 tahun yang sangat mengkhawatirkan.


“Begitu juga tren konservatisme ini dicirikan dengan pemahaman yang skriptual yang juga sangat menguat,” terang Wamenag.  


UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, juga pernah melakukan penelitian di 18 kota/kabupaten tentang literatur keagamaan generasi milenial di Indonesia. Hasilnya riset itu menunjukkan, generasi milenial sangat memiliki semangat untuk mengakses literatur keagamaan.


“Masalahnya, terletak pada konten apa mereka tertarik mempelajari ilmu agama itu? Ternyata yang menarik adalah konten tentang jihad dan khilafah. Itu yang banyak diminati,” jelasnya.


Ia menyebutkan, dua hasil riset itu sangat tampak sejalan dengan kondisi dunia maya. Di sana terdapat berbagai konten dan pesan dari kalangan radikalis-ekstemis yang semakin beragam, bahkan diikuti oleh banyak followers (pengikut).


“Kelompok-kelompok milenial itu justru lebih tertarik mempelajari dan memahami agama dari internet dengan konten-konten yang memiliki semangat jihad,” tegas Zainut.  


Padahal sebenarnya, jihad tidak masalah. Namun kalau jihad dipahami secara tekstual itulah yang dapat menimbulkan pemahaman keliru. Sebab jihad tidak bisa dimaknai hanya dalam arti yang sempit.


“Jihad dalam arti yang sempit, orang memahaminya dengan al-qital (perang). Padahal jihad bisa dimaknai kita berjuang sungguh-sungguh untuk melepaskan penderitaan dari ketertinggalan, dari kebodohan, dan dari segala macam bentuk kemungkaran,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin