Nasional HARI MUSIK NASIONAL

Ngaji Musik kepada Kiai Said Aqil Siroj (1)

Jumat, 9 Maret 2018 | 08:30 WIB

Jakarta, NU Online 
Ruangan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj hampir tidak pernah sepi dari tamu. Selain pengurus dan warga NU, tamunya dari berbagai kalangan dengan berbagai urusan. Ruangan itu menjadi sepi ketika Kiai Said berada di luar kota atau luar negeri. 

Rabu sore (8/3), NU Online hendak sowan Kiai Said untuk wawancara tentang musik, turut meramaikan Hari Musik Nasional yang jatuh pada 9 Maret. Ia rupanya tertarik dengan tema itu. Namun, karena kelelahan, dia meminta keesokan harinya. 

“Besok ya, besok, jam lima kita ngobrol tentang musik,” katanya.  

Keesokan harinya, Kamis (9/3) NU Online mengajak 164 Channel untuk turut mendokumentasikan wawancara melalui video. Karena antrean sowan panjang, wawancara diundur menjadi selepas isya. 

Di antara wawancara yang diajukan bagaimana pesantren memandang musik. Menurut Kiai Said, sampai saat ini pesantren masih berpegang bahwa musik adalah alatul malahi, alat yang melupakan. Karena itulah beberapa pesantren masih tidak membolehkan musik. 

“Itu kehati-hatian pesantren,” katanya. 

Menurut kiai asal Cirebon itu, kitab-kitab pesantren untuk doktrin pertama adakah kitab Safinah, Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Sulam Taufiq. Kitab-kitab tersebut sangat baik untuk anak-anak santri pemula. Di dalam kitab itu ada penilaian terhadap musik sebagai alatul malahi. 

“Kalau semua waktunya habis untuk bermain gitar, bermain suling, alat musik, melupakan pelajarannya, melupakan shalat apalagi, itu bahaya,” jelasnya. “Kalau sewaktu-waktu belajar musik, ok,” lanjutnya.  

Di dalam agama Islam, lanjutnya, musik yang menjadikan orang lupa pada kewajiban shalat, dzikir, diharamkan oleh para fuqaha (ahli fiqih), tetapi kalau musik menjadikan hati seseorang lembut, bisa melupakan dendam, takabur, benci, hasud, permusuhan, fitnah, bisa hilang ketika seseorang mendengarkan musik, itu sangat terpuji. 

“Kata salah seorang waliyullah besar, sufi besar Al-Imam Dzu Nun Al-Mishri, musik itu suara kebenaran, suara hak, yang palsu itu dari mulut. Bohong itu mulut. Musik tidak ada yang bohong. Suara kebenaran yang bisa menggugah hati manusia menuju Allah, menuju kebenaran,” jelasnya. 

Makanya, di beberapa jalan sufi, musik mempunyai peran yang sangat penting di dalam memperhalus, mempertajam, mencerdaskan emosi, dzauq, intuisi, untuk mempercepat menuju ma’rifat, mendakatkan diri kepada Allah.

Tanggal 9 Maret ditetapkan sebagai Hari Musik Nasional, mengacu kepada tanggal kelahiran pengarang lagu Indonesia Raya, WR Supratman. (Abdullah Alawi)