Surabaya, NU Online
Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama Tiongkok melakukan protes kepada narasumber Harian Republika yang menulis bahwa di China pelajar Indonesia dapat pelajaran ideologi komunis. Berita itu dimuat harian ibu kota itu pada tanggal 1 April 2018.
Karena pemberitaan tersebut dinilai terlalu mengada-ngada dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka PCINU Tiongkok melakukan protes melalui surat resmi Nomor : 010/PCINU/IV/2018, Perihal: Sikap Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok atas berita Harian Republika tanggal 01 April 2018.Â
Surat tertanggal 1 April 2018Â tersebut ditandatangani pengurus harian lengkap di antaranya Rais H Imron Rosyadi Hamid, Katib Su'udut Tasdiq, Ketua Nur Widyanto, dan Sekretaris Jazuli Khanafi.
“Kami keberatan dengan judul maupun isi berita yang tidak didasari fakta, tulisan itu bersifat insinuatif dan provokatif," ujar Rais PCI NU Tiongkok kepada NU Online, Ahad (1/4) sore.
Menurut Gus Imron, panggilan akrabnya, tulisan ini sangat mengada-ngada sebab berdasarkan pengalamannya di universitas di Tiongkok tidak diajarkan idelologi komunisme sebagaimana yang di beritakan di Republika tadi.Â
“Untuk itu kami sangat keberatan," ungkapnya.
Untuk itu lanjut Gus Imron, pihaknya meminta kepada redaktur Republika untuk menarik pemberitaan itu karena dapat menganggu kenyamanan puluhan ribu mahasiswa Indonesia yang sekarang tengah belajar di Tiongkok.Â
“Tulisan ini sangat mengganggu kami-kami yang sedang belajar di Tiongkok," jelas Imron.
Alief Ilham Akbar mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Hangzhou Tiongkok asal Surabaya Jawa Timur melalui akun Facebook menjelaskan, selama dirinya kuliah di Negeri Tirai Bambu pihak universitas di Tiongkok tidak pernah ada percobaan kepada dirinya untuk mengajarkan idelologi tertentu, bahkan kerap datang banyak dosen tamu dari berbagai penjuru dunia untuk mengajar dirinya atau riset bersama, termasuk dari negara negara barat yang demokrasi dan merupakan anti thesis dari ideologi komunis.
Dijelaskan, jika dilihat pelajar asing yang paling banyak di Tiongkok adalah pelajar dari Pakistan dan Korea Selatan yang kedua-duanya merupakan bukan negara komunis tetapi negara dengan mayoritas Islam (Pakistan) dan bersistem demokrasi (Korea Selatan).
"Memang ada pelajaran wajib tentang Tiongkok, tetapi yang dibahas adalah semua seluk beluk tentang negara ini secara komprehensif mulai dari budaya, politik, ekonomi, kuliner, kaligrafi, sejarah, bahkan tentang perkembangan Islam di Tiongkok," ujarnya.
Apa yang dia sampaikan melalui akun facebooknya adalah fakta karena dirinya tinggal langsung di Tiongkok untuk penjelasan ke khalayak umum agar tidak terbawa opini yang menyesatkan da tidak berdasarkan fakta yang ada. (Imam Kusnin Ahmad/Muiz)
Keterangan: Berita ini telah mengalami pengeditan karena terdapat hal yang kurang semestinya terkait etika jurnalistik