Nasional

Pemaksaan Kurikulum Tak Wujudkan Transformasi Pembelajaran

Senin, 14 Februari 2022 | 06:01 WIB

Pemaksaan Kurikulum Tak Wujudkan Transformasi Pembelajaran

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. (Foto: kemdikbud.go.id)

Jakarta, NU Online
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa Kurikulum Merdeka adalah kurikulum pilihan bagi sekolah. Keputusan untuk menggunakan Kurikulum Merdeka atau tidak menurut Nadiem harus sesuai dengan kesiapan dari sekolah masing-masing. Jika kebijakan yang diambil karena keterpaksaan maka menurutnya tidak akan mewujudkan transformasi proses pembelajaran.


“Kunci keberhasilan sebuah perubahan kurikulum adalah kalau kepala sekolah dan guru-gurunya memilih untuk melakukan perubahan tersebut,” tegasnya saat peluncuran Merdeka Belajar Episode Kelima belas: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, secara daring, Jumat (11/2).


Dalam pemulihan pembelajaran saat ini, satuan pendidikan diberikan kebebasan menentukan tiga kurikulum yang akan dipilih atau tidak dipaksakan. Pilihan pertama, Kurikulum 2013 secara penuh, pilihan kedua Kurikulum Darurat, yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan, dan pilihan ketiga adalah Kurikulum Merdeka.


“Untuk itu, pemerintah akan menyiapkan angket untuk membantu satuan pendidikan menilai tahapan kesiapan dirinya menggunakan Kurikulum Merdeka,” ujar Menteri Nadiem.


Jika sekolah mengambil keputusan untuk menggunakan Kurikulum Merdeka, tiga opsi dapat dipilih dalam mengimplementasikan Kurikulum tersebut pada Tahun Ajaran 2022/2023. Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan. Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar.


“Dengan Merdeka Belajar, tidak akan ada pemaksaan penerapan (Kurikulum Merdeka) ini selama dua tahun ke depan,” tegas Nadiem.


Menteri Nadiem pun mengungkapkan alasan mengapa ada kebijakan yang ia sebut sebagai penyederhanaan kurikulum dalam bentuk kurikulum dalam kondisi khusus (kurikulum darurat). “Penyederhanaan kurikulum darurat ini efektif memitigasi ketertinggalan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19,” jelasnya.


Efektivitas kurikulum dalam kondisi khusus, katanya semakin menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum secara lebih komprehensif. Apalagi merujuk berbagai studi nasional maupun internasional, krisis pembelajaran di Indonesia telah berlangsung lama dan belum membaik dari tahun ke tahun. Krisis pembelajaran semakin bertambah karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran.


“Untuk literasi, learning loss ini setara dengan 6 bulan belajar. Untuk numerasi, learning loss tersebut setara dengan 5 bulan belajar,” ungkapnya tentang efek pandemi yang juga semakin menimbulkan peningkatan kesenjangan pembelajaran antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan