Merintis suatu lembaga serta membuatnya besar bukanlah hal yang mudah. Perlu gotong royong, kepercayaan serta keikhlasan untuk mewujudkannya. Perjuangan itu yang pernah dialami Vera Kartina beserta segenap pendiri Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatullah, yang beralamat di Jalan RA Kartini, Kelurahan Bardao, Kecamatan Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.<> Dimulai dari nol, kini MI Hidayatullah sekarang menjadi barometer pendidikan di Kabupaten Belu, bahkan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Saat Vera berkisah, perempuan kelahiran Jakarta empat puluh enam tahun lalu itu mengaku tidak pernah menyangka akan hidup jauh dari tanah kelahirannya dari Jakarta hijrah ke NTT karena ikut Sang Suami. Saat pindah ke NTT, tepatnya di Kecamatan Atambua, Vera merasa prihatin dengan lingkungan di sana yang memiliki atmosfer negatif bagi tumbuh kembang anak. Sebab, masyarakatnya masih terbiasa minum-minuman keras dan berjudi.
“Di Atambua saya takut dan prihatin terhadap perkembangan anak-anak. Terutama anak-anak muslim yang bersekolah di SD yang mayoritas beragama Katolik. Setiap hari mereka selalu mendengar doa pagi, sehingga tanpa disadari akan kuat dalam memori anak,” ujarnya.
Ibarat gayung bersambut, dia menerima tawaran beberapa hakim Pengadilan Agama teman suaminya untuk mendirikan Taman Kanak-kanak Islam. Maka dirintislah sebuah TK yang dinamakan TK Islam Hidayatullah. Seiring berjalannya waktu, berkat manajemen dan koordinasi yang baik, TK Islam Hidayatullah menjadi salah satu TK favorit di Atambua pada saat itu.
Kemudian, ternyata orang tua murid di sana bingung melanjutkan putra-putri mereka dari TK Islam Hidayatullah ke mana. Sedangkan di Kabupaten Belu hanya ada satu madrasah Ibtidaiyah yaitu MI Al-Islamiyah. Salah satu opsinya mendirikan MI Hidayatullah.
Pilihan pendirian MI Hidayatullah ternyata menimbulkan kekhawatiran sebagian masyarakat akan mematikan perkembangan MI Al-Islamiyah yang sudah ada sebelumnya. Bahkan, saat itu Ketua Yayasan memutuskan untuk mengundurkan diri jika tetap keukeuh didirikan MI Hidayatullah. Yang lainnya memiliki pandangan bahwa yang cocok didirikan adalah SD Islam dengan alasan bahwa selain yang beragama Islam dapat mengenyam pendidikan di Hidayatullah.
Namun keinginan yang kuat dari kami untuk mendirikan Madrasah saat itu tidaklah terbendung. Apalagi berdasarkan pengalaman kami mendirikan TK Islam Hidayatullah Atambua pada saat itu, TK Islam Hidayatullah tidak mendapat perhatian dari pemerintahan setempat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Belu dan sangat sulit sekali medapatkan tunjangan insentif dari Dinas Pendidikan untuk guru-guru honor TK Islam Hidayatullah,” jelasnya.
Akhirnya, diputuskan untuk mendirikan madrasah bukan SD dengan pertimbangan Kementerian Agama Kabupaten Belu hanya membawahi dua Madrasah saja yaitu MI Al-Islamiyah dan MTs Mutmainnah sehingga perhatian dan dukungan akan banyak diberikan bagi perkembangan Madrasah yang akan didirikan. Bertepatan pada tanggal 14 Juni 2004, MI Hidayatullah berdiri, dengan dukungan banyak pihak.
Saat MI Hidayatullah didirikannya, Vera tidak termasuk dalam jajaran dewan guru di dalamnya karena masih berstatus guru honorer di MTS Kemala Putih Kabupaten Sumba Timur NTT. Ketika tanggal 1 Oktober 2005, dia menerima Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan bertepatan tahun 2006 diberi amanat untuk menjadi Guru MI Hidayatullah Atambua.
Karena dedikasinya yang tinggi, selang satu tahun menjadi guru madrasah, mulai tahun 2007, Vera diberi amanat untuk mengemban jabatan sebagai Kepala MI Hidayatullah Atambua berdasarkan SK Menteri Agama Republik Indonesia. Jumlah siswa saat itu 163 siswa dengan jumlah guru yang terdiri dari 3 guru PNS dan 14 Guru honor.
Sebagai Kepala Sekolah, dia bertekad ingin mengubah imej orang terhadap Madrasah yang terkesan inferior. Apalagi, biasanya madrasah terletak di tengah-tengah sawah, tidak pernah diminati, terkesan kumuh dan tidak dikelola dengan manajemen yang baik.
Sembilan tahun berjalan di bawah kepemimpinannya, dari yang semula jumlah siswa saat pertama kali menjabat hanya sebanyak 163 siswa, tercatat pada bulan September 2015 ini, jumlah siswa meningkat hingga sekitar 50 persen yakni 330 siswa. Antusias masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke MI Hidayatullah sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan pada jumlah siswa baru pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 87 siswa dibandingkan dengan tahun sebelumnya sejumlah 60 siswa.
Berkat kerja keras, disiplin, dan komitmen serta keikhlasan dalam menjalankan tugas dan tentunya doa yang tidak pernah putus dari segenap elemen madrasah, rata-rata siswa MI Hidayatullah bisa melanjutkan ke SMP 1 sebagai salah satu sekolah favorit di Kecamatan Belu.
Dengan segala prestasi yang diperoleh oleh MI Hidayatullah, Vera mengaku tidak lantas puas. Dia bertekad selalu berusaha belajar dan bekerja keras untuk kemajuan Madrasahnya. “Karena dari SD hingga Kuliah saya mendapatkan tempat pendidikan yang baik. Apa yang saya dapatkan waktu menutut ilmu dahulu, berupa nilai-nilai yang baik saya terapkan pada Madrasah saya. Itu yang terpenting,” tuturnya. (Red: Mahbib)
Foto: Kegiatan lomba dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW
Terpopuler
1
LAZISNU dan POROZ Kirim Bantuan Rp6,45 Miliar untuk Kebutuhan Ramadhan Rakyat Palestina
2
Pemantauan Hilal Awal Ramadhan 1446 Digelar di 125 Titik, Jawa Timur Terbanyak
3
Didampingi SBY-Jokowi, Presiden Prabowo Luncurkan Badan Pengelola Investasi Danantara
4
Aksi Indonesia Gelap, Upaya Edukasi Kritis terhadap Kondisi Sosial, Politik, dan Demokrasi
5
Melihat Lebih Dalam Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah
6
Sambut Ramadhan, Siswa Lintas Iman di Jombang Kolaborasi Bersihkan Rumah Ibadah
Terkini
Lihat Semua