Pengalaman Antarkan Siswa Madrasah ke India dan China
Senin, 19 Oktober 2015 | 10:02 WIB
Salah satu cara untuk meningkatkan citra madrasah adalah membawa siswanya berprestasi, terutama dalam ajang kompetisi di bidang sains dan teknologi. Kepala madrsah yang satu ini tahu betul hal itu. Ia tidak hanya berhasi membawa siswanya juara tingkat nasional, tetapi sampai ke India dan China.<>
No’man Afandi, bercerita pengalamannya menjabat Kepala MTs Bustanul Ulum Pamekasan Madura. Setelah dua tahun melakukan pembinaan siswa, pada 2011 datang penawaran untuk olimpiade matematika tingkat internasional. MTs ini mengirim 5 peserta, 3 ke Louknow India, dan 2 siswa ke Beijing, China.
Ketika siswa-siswinya lulus seleksi dengan anggaran semua sekitar Rp130 juta, No’man jadi kebingungan untuk mendapatkan dana sebesar itu.
“Ahamdulillah saya kumpulkan tokoh masyarakat dan pihak yayasan. Saya katakan madrasah sedang butuh dana sekitar Rp25 juta per-anak dengan biaya pengurusan sekitar Rp130 Juta. Dengan resiko ketika gagal tidak mendapatkan apa-apa dan uang tersebut tidak kembali,” terangnya.
Ikhtiar yang kencang tersebut, tidak lepas dari rasa sangat optimis No’man bahwa anak didiknya pasti berhasil dalam olimpiade internasional. Sebab, siswanya terbilang sangat siap sekali; selama 2 tahun dibimbing selama 16 Jam/minggu, dari paruh 2009 sampai 2011.
“Ketika berangkat ke Lauknow, siswa kami berpakaian seadanya; seragam sengaja tidak saya ganti; yang dipakai selama 2 tahun, dipakai ke Lauknow. Saya ingin tahu bagaimana respon pemerintah ketika anak berprestasi berpenampilam seadanya,” ujarnya.
Penerbangan ke Lauknow transit tiga kali. Siswa-siswi No’man yang ikut olimpiade tidak biasa terbang. Tiba di Lauknow, mereka langsung terkapar. Ketika di turun, mereka langsung tiduran di teras penerbangan. Akhirnya disamperi satpam, disangka pengemis, diberi uang dan disuruh pergi.
“Alhamdulillah anak desa pun yang tempat pendidikannya di daerah terpencil, tidak terbaca masyarakat, ketika punya kemauan yang kuat, keinginan yang kuat untuk berprestasi, ternyata mampu berkolaborasi dengan siswa di seluruh dunia. Kami kembali ke Indonesia dengan prestasi yang membanggakan; 2 buah medali perunggu,” kata No’man.
Dua bulan berikutnya, No’man mengirim dua siswa terpilihnya ke Beijing untuk kembali ikut ajang olimpiade matematika sains. Ternyata, pembiayaan ke Beijing tidak jauh beda dengan sewaktu ke Lauknow. Sekitar Rp30 juta perorang, karena biaya hotel yang lumayan mahal. Dan pada saat itu, suhu sedang di bawah 1 derajat celceus. Akibatnya, harus beli jaket seharga Rp1 juta perorang. Biaya tersebut ditransfer dari Madura.
Kedua-duanya mendapat medali perunggu dan kategori grup mendapatkan penghargaan juara 1 internasional.
No’man tidak mendampingi siswanya ke Beijing, karena saat itu kurang dana Rp60 juta pada H-2. Saat itu dirinya punya mobil Panther jelek. Dia taruh di pegadaian sebagai jaminan atas pinjaman uang Rp60 juta. Setelah tiga bulan, baru bisa ditebus.
“Karena bila Rp60 juta itu tidak dipenuhi, maka seluruh peserta olimpiade dari Indonesia gagal berangkat,” terang No’man yang kini menjabat Kepala MAN Pamekasan.
Biaya ikut olimpiade tersebut lebih banyak dari uang pribadi No’man. Adakah uang ganti? Sampai saat ini masih tersisa Rp30 juta.
“Saya berpikir begini, saya sampaikan ke kiai (pengasuh Pesantren Bustanul Ulum), kalau suatu saat lembaga maju, silakan bayar. Tetapi misalnya nanti lembaga katakanlah masih belum mampu, tidak bayar pun tidak ada persoalan,” terangnya.
Kini, lembaga Bustanul Ulum sudah maju dan berkembang. Jumlah siswanya setelah proses olimpiade internasional yang pesertanya dari MTs Bustanul Ulum, sekarang semakin naik sampai mencapai 600 siswa. Itu memberikan imbas pada SMK Bustanul Ulum. Saat ini, dari TK hingga SMK Bustanul Ulum sudah melebihi angka 1000 siswa.
Yang membuat No’man bangga pada pemerintah Indonesia ketika pulang dari Beijing ialah pihaknya beserta siswanya dapat pengawalan ketat dari pemerintah. Pukul 9 malam, dirinya bertemu dengan Dirjen Kementrian Agama. Di sana ia mendapatkan penghargaan yang luar biasa karena madrasah mampu mengharumkan nama Indonesia.
“Alhamdulillah saya diberi reward perpustakaan, multimedia, dan rehab sekolah, serta saya meminta supaya para siswa di Jawa Timur yang ikut olimpiade difasilitasi hingga perguruan tinggi,” katanya. (Hairul Anam)
Foto: No'man Afandi (dua dari kanan- belakang) bersama siswanya memegang tropi
Terpopuler
1
LAZISNU dan POROZ Kirim Bantuan Rp6,45 Miliar untuk Kebutuhan Ramadhan Rakyat Palestina
2
Pemantauan Hilal Awal Ramadhan 1446 Digelar di 125 Titik, Jawa Timur Terbanyak
3
Didampingi SBY-Jokowi, Presiden Prabowo Luncurkan Badan Pengelola Investasi Danantara
4
Aksi Indonesia Gelap, Upaya Edukasi Kritis terhadap Kondisi Sosial, Politik, dan Demokrasi
5
Melihat Lebih Dalam Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah
6
Sambut Ramadhan, Siswa Lintas Iman di Jombang Kolaborasi Bersihkan Rumah Ibadah
Terkini
Lihat Semua