Zikir
Alif, alif, alif!
Alifmu pedang di tanganku
Susuk di dagingku, kompas di hatiku
Alifmu tegak jadi cagak, meliut jadi belut
Hilang jadi angan, tinggal bekas menetaskan
Terang
Hingga aku
Berkesiur
Pada
Angin kecil
Takdir-
Mu
Hompimpah hidupku, hompimpah matiku
Hompimpah nasibku, hompimpah, hompimpah
Hompimpah!
Kugali hatiku dengan linggis alifmu
Hingga lahir mataair, jadi sumur, jadi sungai,
Jadi laut, jadi samudra dengan sejuta gelombang
Mengerang menyebut alifmu
Alif, alif, alif!
Alifmu yg Satu
Tegak dimana-mana
1980
Ibu
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduhtempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahuengkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku
1966
SUNGAI KECIL
sungai kecil, sungai kecil! di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwakerto atau hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan di tepimu daun-daun
bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam doaku
sungai kecil, sungai kecil
terangkanlah kepadaku, di manakah negeri
asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani mudah
melintasimu dan akan kubersihkan lubukmu agar para perampok
yang mandi merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! Kau yang jelita
kutembangkan buat kekasihku.
1980
D. ZAWAWI IMRON adalah penyair asal Batang-Batang, Madura, kelahiran 1945. Ia seorang kiai, mubaligh, dan pengasuh pesantren. Menulis puisi sejak usia 13 tahun, ketika ia di pesantren. Pada mulanya hanya sebagai kegemaran dan panggilan jiwa saja. Tapi kemudian salah seorang temanya mengetik puisinya berjudul Sembari Diri Berangkat Tua. Kemudian dimuat di media lokal Minggu Bhirawa.
Tahun 1979, sajaknya memperoleh juara I dalam lomba yang ditaja Perhimpunan Sahabat Pena Indonesia. Tahun 1983, 1984, 1985 ia memenangkan lomba yang digelar Perhimpunan Indonesia Amerika. Tahun 1985, syairnya Nenek-moyangku Airmata memperoleh hadiah Yayasan Buku Utama.
Tahun 2010, penyair berjuluk Celurit Emas itu, mendapat penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara. Dan tahun 2011 menggondol South East Asia Write Award. Hadiah tersebut dianugerahkan di Bangkok, 16 Februari 2012.
Tiga judul puisi di atas adalah lima puisi yang dibacakan saat Pidato Kebudayaan di Gedung PBNU tanggal 28 Maret 2012. Pidato yang dilaksanakan tepat di hari lahir Lesbumi ke-50 tahun berjudul Menimba Ilham Vitalitas Nilai-nilai Pesantren.
Terpopuler
1
Meninggal Karena Kecelakaan Lalu Lintas, Apakah Syahid?
2
Hukum Quranic Song: Menggabungkan Musik dengan Ayat Al-Quran
3
Haul Ke-15 Gus Dur di Yogyakarta Jadi Momen Refleksi Kebijaksanaan dan Warisan Pemikiran untuk Bangsa
4
Surat Al-‘Ashr: Jalan Menuju Kesuksesan Dunia dan Akhirat
5
Mariam Ait Ahmed: Ulama Perempuan Pionir Dialog Antarbudaya
6
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 229: Ketentuan Hukum Talak Raj’i dan Khulu’
Terkini
Lihat Semua