Warta JELANG MUKTAMAR

Anggapan Ketua NU harus Punya Pesantren Perlu Diubah

Kamis, 11 Februari 2010 | 08:42 WIB

Jakarta, NU Online
Pandangan bahwa ketua umum PBNU atau para ketua NU di tingkat daerah harus memiliki pesantren sebagai pembuktian bahwa orang tersebut memiliki kekuatan keilmuan dalam memimpin NU yang telah berjalan selama sekian tahun perlu dirubah.

Para pemimpin NU seperti KH Idham Cholid dan KH Ali Yafie awalnya tidak memiliki pesantren, tetapi mendapat kritikan dari para kiai lainnya sehingga akhirnya juga mendirikan lembaga pendidikan Islam. Ini semakin memperkuat keyakinan pemimpin tertinggi NU harus memiliki pesantren.<>

Wakil sekjen PBNU Saiful Bahri Anshori kelayakan seseorang untuk memimpin NU harus dilihat pada proses pengkaderan dan kemampuannya yang telah terbukti selama aktif di NU, bukan pada apakah ia memiliki pesantren atau tidak.

“Orang layak menjadi pengurus PBNU jika pernah memiliki pengabadian yang bisa diandalkan, setidaknya pernah menjadi atau aktif di lembaga NU di tingkat nasional atau pernah menjadi ketua wilayah,” katanya kepada NU Online, Kamis

Dalam pengembangan pesantren sebagai basis NU, meskipun pengurus tersebut tidak memiliki pesantren, tetapi bisa memaksimalkan peran lembaga dan struktur kepengurusan yang ada sehingga tidak mubadzir. Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) atau lembaga pengembangan pesantren NU merupakan lembaga yang dibentuk untuk pengembangan pesantren di lingkungan NU.

“RMI bisa diperkuat sehingga fungsinya bisa berjalan dengan maksimal,” katanya.

Lembaga ini menurutnya sangat penting mengingat terdapat sekitar 12 ribu pesantren yang berada di bawah naungan NU yang perlu mendapat perhatian serius.

Ketua Umum PBNU yang memiliki pesantren juga memiliki sisi negatif. Ia sependapat dengan pernyataan KH Abbas Muin bahwa para pemangku pesantren ketika menjadi pengurus PBNU memiliki konflik kepentingan antara mengembangkan pesantrennya dan mengembangkan NU. (mkf)