Upaya “menjauhkan” Nahdlatul Ulama (NU) dari urusan politik praktis, dinilai cukup sulit. NU didirikan memang bukan untuk kepentingan politik praktis. Namun, dalam perkembangannya, NU selalu bersinggungan dengan politik kekuasaan itu.
Keputusan untuk kembali ke Khittah 1926 pun, tidak sepenuhnya murni atas dasar kehendak menghindari wilayah politik praktis. Keputusan itu diambil juga atas pertimbangan politik.<>
“Keputusan kembali ke Khittah (dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, Jatim) juga berawal dari kekecewaan politik, kecewa pada PPP (Partai Persatuan Pembangunan)," kata Ketua Pengurus Besar NU, Mustofa Zuhad, dalam sebuah forum diskusi, di Jakarta, Rabu (22/7).
Karena itu, menurut dia, persoalannya adalah tinggal bagaimana mengatur agar persinggungan NU dengan politik tersebut tidak berpengaruh buruk terhadap keberadaan NU sebagai organisasi.
Sebelumnya, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Saifullah Yusuf, meminta KH Hasyim Muzadi mengakhiri kepemimpinannya di NU. Ia menilai, Hasyim telah membawa NU ke politik praktis yang menyalahi Khittah.
Sejumlah anak muda yang menamakan diri Gerakan Pemurnian Khittah NU pun menyatakan hal senada. Mereka meminta Rais Aam PBNU, KH Sahal Mahfudz, selaku pemimpin tertinggi NU, memelopori gerakan pemurnian Khittah secara nasional. (rif)
Terpopuler
1
Gus Baha Jelaskan Alasan Mukjizat Nabi Muhammad Tak Seperti Nabi Sebelumnya
2
Khutbah Jumat: Keistimewaan Umat Nabi Muhammad
3
Khutbah Jumat: Rabiul Awal, Maulid, dan Keutamaan Membaca Shalawat
4
Khutbah Jumat: Meraih Berkah dan Syafaat dengan Shalawat
5
Harlah Ke-95, LP Ma’arif NU akan Wujudkan Visi Pendidikan Bereputasi Internasional
6
Gelar Munas, Sako Pramuka Resmi Berganti Nama Jadi Pandu Ma'arif NU
Terkini
Lihat Semua