Warta

Penjelasan Khittah NU Akan Dibahas di Muktamar

Senin, 1 Juni 2009 | 00:31 WIB

Makassar, NU Online
Penjelasan lebih rinci tentang Khittah Nahdlatul Ulama (NU) 1926 akan dibahas dalam Muktamar NU yang direncanakan di Makassar, Sulawesi Selatan, Januari 2010 mendatang. Salah satu yang diusulkan untuk dibahas berkaitan dengan prinsip kebebasan warga NU dalam politik praktis.

"Warga NU tetap bebas menentukan pilihan atau sikap politiknya. Tapi, kebebasan itu harus bertanggung jawab dan didukung pengetahuan yang cukup," terang Ketua Umum Pengurus Besar NU, KH Hasyim Muzadi, saat memberikan arahan kepada ibu-ibu peserta Rapat Kerja Nasional Muslimat NU di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/5) lalu.<>

Hasyim menjelaskan, bebas bertanggung jawab berarti warga NU harus memahami betul risiko yang terjadi saat menentukan pilihan politiknya. "Bebas, tentu tidak berarti bebas memilih (misal) partai yang justru bisa 'menghancurkan' NU sendiri. Artinya, jangan sampai salah memilih partai," katanya.

Maka, untuk kepentingan itu, warga NU harus dibekali pengetahuan politik agar tidak salah pilih. Dalam urusan ini, pengurus NU di semua tingkatan seharusnya berkewajiban memberikan wawasan dan pengetahuan kepada warganya. "Formulanya (baca: prosedur dan tata cara) akan dibahas di Muktamar itu," tandasnya.

Selain itu, pada Muktamar nanti, akan dibahas pula hubungan NU dengan partai politik yang dibentuk dan didirikan NU, misal, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebab, kata Hasyim, hubungan NU dengan PKB belakangan ini sudah berjarak cukup jauh. Padahal, partai itu dididirikan untuk mendukung dan menyokong cita-cita perjuangan NU di bidang politik praktis.

"PKB disiapkan sebagai partai yang bisa menjadi etalase pemikiran dan perjuangan NU, baik secara visi, misi, maupun secara strategis dan taktis. Tetapi, PKB mengalami kegagalan dalam prosesnya," papar mantan calon wapres pada Pemilu Presiden pada 2004 itu.

Kegagalan itu, imbuh Hasyim, diperparah dengan anjloknya perolehan suara PKB dalam Pemilu Legislatif pada April 2009 lalu. Sehingga, partai itu tidak  mempunyai wakil yang cukup kuat di parlemen.

Keberadaan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang merupakan pecahan PKB, katanya, pun tak bisa diharapkan. Pasalnya, PKNU tak memenuhi parliamentary threshold (ambang keterwakilan sebuah parpol di parlemen).

"PKB amburadul, perolehan suaranya anjlok. PKNU tidak masuk parliamentary threshold, sehingga tidak punya wakil di parlemen," papar mantan ketua pengurus wilayah NU Jawa Timur itu. (rif)