Peringatan Maulud Nabi Dimeriahkan Wayang Orang
Jumat, 26 Februari 2010 | 11:34 WIB
Tradisi peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW oleh komunitas seniman petani Padepokan "Tjipto Boedojo Tutup Ngisor", DI lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dimeriahkan pergelaran wayang orang dengan lakon "Babat Alas Mrentani", Kamis malam.
"Lakon tersebut sengaja kami tampilkan dengan tujuan agar tahun ini memberikan harapan untuk membangun kehidupan baru yang lebih baik," kata pimpinan Padepokan "Tjipto Boedojo Tutup Ngisor", Sitras Anjilin, di Magelang, Kamis.<>
Padepokan yang berdiri pada Tahun 1937 itu memiliki tradisi wajib pentas wayang orang empat kali setiap tahun yakni bertepatan dengan peringatan Maulud Nabi, Idulfitri, HUT RI, dan Tahun Baru Jawa, Suro.
Ia menjelaskan, lakon "Babad Alas Mrentani" bercerita tentang usaha keluarga Pandawa dalam membuka hutan Mrentani di wilayah Wirata untuk dibangun suatu kerajaan.
Mereka harus berjuang keras menghadapi berbagai tantangan saat membabat pepohonan hutan itu untuk dibangun kerajaan.
Tetapi, katanya, mereka ternyata menemukan Kerajaan Indraprasta di tengah hutan itu.
"Keluarga Pandawa selanjutnya membangun Kerajaan Indraprasta menjadi makmur dan sejahtera meskipun harus melewati berbagai tantangan. Hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat kita juga ditandai dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi melalui kerja keras," katanya.
Rangkaian tradisi Perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW di padepokan itu atau dikenal sebagai Mauludan Tutup Ngisor, katanya, ditandai dengan penabuhan gamelan di pendopo padepokan itu sejak tujuh hari terakhir.
Selama tujuh hari terakhir, sejak pukul 15.00 hingga 17.30 WIB, katanya, keluarga padepokan dengan mengenakan pakaian adat Jawa menabuh gamelan sebagai bagian ritual gamelan Mauludan Tutup Ngisor.
Lima gending tanpa syair yang dikumandangkan mereka di pendopo padepokan itu adalah Sriwilujeng, Winangrong, Sriwismester, Srirezeki, dan Sridangang.
"Lantunan gending itu memberi pertanda bagi masyarakat bahwa sebentar lagi masuk Bulan Maulud," katanya.
Tabuhan gamelan itu juga untuk membangun suasana batin masyarakat Merapi terutama keluarga padepokan itu untuk memasuki Bulan Maulud yang ditandai dengan pentas wayang orang.
Ia mengatakan, wayang orang dengan lakon "Babat Alas Mrentani" sebagian besar dipentaskan oleh kalangan generasi muda padepokan itu.
"Tradisi ini juga menjadi bagian penting dari upaya pewarisan berkesenian bagi masyarakat Merapi," katanya. (ant/mad)
Terpopuler
1
Kolaborasi LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-4
2
LAZISNU Gelar Lomba dengan Total Hadiah Rp69 Juta, Ini Link Pendaftarannya
3
Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh
4
Gus Yahya Ceritakan Awal Mula Kiai Ali Maksum Merintis Pengajian Kitab di Pesantren Krapyak
5
Hukum Gugat Cerai Suami karena Nafkah Batin
6
Hukum Khatib Tidak Berwasiat Takwa dalam Khutbah Kedua
Terkini
Lihat Semua