Warta

Warga NU Paling Dirugikan Atas Kebijakan Komersialisasi Pendidikan

Selasa, 9 September 2008 | 03:10 WIB

Bogor, NU Online
Siapa pihak yang paling dirugikan atas kebijakan komersialisasi pendidikan di Indonesia? Jawabannya adalah warga Nahdlatul Ulama (NU). Pasalnya, sebagian besar dari masyarakat miskin di negeri ini adalah kalangan nahdliyin (sebutan untuk warga NU).

Pendapat tersebut disampaikan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS, pada pertemuan Kelompok Profesional Muda NU bersama Akademisi NU IPB, di Kampus IPB, Bogor, Jawa Barat, akhir pekan lalu.<>

Menurut dia, biaya pendidikan yang semakin tinggi, akses pendidikan hanya akan dimiliki mereka yang mampu. “Kondisi ini harus menjadi perhatian serius seluruh komponen bangsa, karena esensi kesempatan mendapatkan pendidikan adalah untuk seluruh anak bangsa," terangnya.

Pada kesempatan yang juga dihadiri Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), itu, Kusmana menyatakan, biaya pendidikan semakin tak terjangkau masyarakat bawah, yang umumnya adalah warga NU.

" NU seharusnya dapat memikirkan masalah ini dengan baik. Saya kira, NU perlu membuat semacam `blue print` pendidikan nasional," kata mantan Dekan Fakultas Kehutanan IPB itu.

Ia menambahkan, fenomena protes orang tua peserta didik pada setiap tahun ajaran baru—khususnya peserta didik baru, dan itu justru terjadi pada sekolah negeri yang dikelola pemerintah—umumnya terkait dengan sumbangan biaya pendidikan. Isinya selalu berkisar pada keberatan soal besaran nilai sumbangan.

Kondisi itu, kata dia, menunjukkan bahwa di dunia pendidikan masih terdapat masalah yang kemudian dimaknai sebagian besar masyarakat bahwa sekolah atau lembaga pendidikan lebih cenderung bersifat komersial.

Ia mengutip anggaran pendidikan yang dianggarkan pada RAPBN tahun 2009 akan mencapai 20 persen, seperti diamanatkan UUD 1945. Anggaran  yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato kenegaraan dalam Sidang Paripurna Terbuka DPR pada 15 Agustus lalu, bisa mengatasi persoalan klasik mahalnya biaya pendidikan di Indonesia.

Pada kesempatan itu, Presiden menyebutkan, jika pada 2005 anggaran pendidikan baru mencapai Rp78,5 triliun, maka angka itu naik hampir dua kali lipat menjadi Rp154,2 triliun pada tahun 2008.

Anggaran pendidikan, antara lain, akan dimanfaatkan untuk merehabilitasi gedung-gedung sekolah dan membangun puluhan ribu kelas serta ribuan sekolah baru. (hir)