Wawancara

Goei Siaw Hong : Sistem Pasar Membutuhkan Presiden Yang Pro Orang Kaya

Rabu, 9 Juni 2004 | 09:19 WIB

Jakarta, NU Online
Sejak akhir Oktober 2003, IHSG telah membukukan kenaikan yang siknifikan, dari level 625,55 ke level 735,68 pada akhir Maret 2004. Seperti bola yang terus menggelinding, pergerakan IHSG mendapat energi baru usai hajatan Pemilu legislatif pada 5 April lalu. Pemilu bagi calon wakil rakyat yang akan duduk di Senayan telah berlangsung dengan damai. Kesuksesan ini pun meniupkan angin segar di lantai bursa. IHSG pun terdongkrak ke level tertinggi selama krisis ke level 818,16 .

Namun sejak 27 April 2004, IHSG anjlok sebesar 4,71 persen menjadi 779,60 dalam empat hari perdagangan. Koreksi terhadap IHSG itu dipahami para pengamat pasar modal sebagai petunjuk, bahwa pelaku pasar masih selektif terhadap figur calon presiden yang akan memimpin Indonesia. Akankah mereka berpihak terhadap kepentingan pasar?

Jika sikap rakyat pemilih dalam Pemilu ditunjukkan dengan mencoblos. Para pemain pasar modal punya cara tersendiri untuk menunjukkan sikapnya. Mereka menunjukkan dengan   angka IHSG. Ibarat voting, posisi penguatan indeks yang siknifikan menunjukkan sikap positif dari pasar. Sebaliknya sikap hati-hati, atau penolakan ditunjukkan dengan melemahnya indeks sebagaimana menjelang Pemilu presiden dan wakil presiden seperti saat ini. Sehingga pada saat pemenang pemilihan presiden sudah diumumkan, maka anjloknya indeks menunjukkan penolakan pasar terhadap presiden terpilih.  Sebaliknya dukungan pasar akan ditunjukkan dengan penguatan posisi angka IHSG, maupun nilai tukar rupiah.

<>

Apa sebenarnya makhluk yang bernama IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) itu? Apa pun gambaran kita masing-masing tentang IHSG, yang sudah jelas, ia ditempatkan sebagai sesuatu yang penting. Sebuah contoh yang sering kita dengar atau saksikan dari talk show di televisi atau di hotel,  seorang presiden akan mendapatkan kritikan keras jika IHSG di Bursa Efek Jakarta mengalami penurunan.

Kritikan tersebut disampaikan karena kebijakan seorang presiden dianggap menjadi biang anjloknya IHSG.  Misalnya,  presiden memberlakukan bea masuk produk industri tertentu sebesar 20 persen. Kebijakan ini bisa berdampak buruk pada pasar saham karena dianggap tidak pro pasar, padahal mayoritas investor di pasar bursa berasal dari pemain asing. Kritikan yang tidak kalah keras sering disampaikan ketika nilai rupiah di pasar uang anjlok. 

Tentu kita dipaksa untuk bertanya, kenapa IHSG sedemikian istimewa? Bukankah total modal dari sektor riil atau industri manufaktur yang padat karya masih lebih besar dibanding yang berhasil dihimpun di pasar modal?

Mendapat pertanyaan seperti ini, Pengamat Pasar Modal Goei Siaw Hong mengatakan,"Memang betul, tetapi harus diingat, IHSG menjadi indikator dari kepercayaan investor kepada pihak Indonesia. Jadi kalau indeks naik, investor percaya sama Indonesia. Kalau indeks turun berarti investor tidak percaya sama Indonesia,"katanya.

Pengamat ekonomi yang saat ini menjabat direktur lembaga konsultan manajemen dan keuangan GSH Consulting ini menambahkan, "Karena itu investasi yang terjadi di pasar modal memiliki pengaruh nyata terhadap sektor riil,"tambah pengamat ekonomi yang akrab dipanggil dengan sebutan Pak Hong ini.
 
Pada siang hari ini, Rabu (9/6) IHSG berada di level 709,675 lebih tinggi dibanding penutupan Selasa (8/6). Namun faktor kenaikannya lebih dipengaruhi perkembangan bursa-bursa di kawasan Asia, bukan faktor perkembangan politik sebagaimana diinginkan pasar.

Kita kembali diusik sebuah pertanyaan, apakah kepentingan pasar modal akan menjamin kemaslahatan bagi semua lapisan masyarakat Indonesia? Jika tidak, kenapa ada sistem yang begitu mempengaruhi pandangan pemilik modal asing dan dalam negeri, sehingga dijadikan pedoman bagi pengambilan keputusan investasi di Indonesia?

Apalagi Goei Siaw Hong mengatakan,"Pasar saham itu merupakan gabungan dari pemain-pemain yang pinter, yang mengerti bagaimana sebenarnya keadaan ekonomi. Kalau nggak, orang yang main pasti kalah. Jadi semua orang ingin mengalahkan pasar, semua orang berusaha minteri (manipulasi:Red.),"kata ahli manajemen dan keuangan ini.

Berikut penjelasan detil Pengamat Ekonomi Goei Siaw Hong kepada NU Online via handphone, Rabu (9/6):

Apakah ada pengaruh siknifikan antara kapitalisasi yang terjadi di pasar saham terhadap kemajuan di sektor riil?

Ada siknifikansi secara jelas, karena indeks harga saham itu merupakan leading indicator atau indikator awal. Jadi kita mesti tahu bahwa pasar saham itu merupakan gabungan dari pemain-pemain yang pinter, yang mengerti bagaimana sebenarnya keadaan ekonomi. Kalau nggak, orang yang main pasti kalah. Jadi semua orang ingin mengalahkan pasar, semua orang berusaha minteri (manipulasi:Red.). Tapi biasanya indeks itu merupakan indikator.

Apakah itu berarti kalau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik, berarti ekonomi menguat?

Kalau indeks naik, indikator bahwa ekonomi akan mulai membaik. Kita mungkin masih ingat pada zaman Habibie menjadi presiden. Indeks diberitakan naik, kemudian banyak orang bilang,"hidup ini lagi susah kok indeks dikatakan naik,"kata mereka. Ternyata nggak lama memang ada perbaikan. Pada zaman Gus Dur, kita mulai dengan indeks naik, lama-lama menurun, setelah turun memang ekonominya memburuk. Pada zaman Mega juga begitu,  indeks mulai naik dulu, kemudian ekonomi sudah mulai menggeliat sekarang. Jadi memang indeks itu siknifikansinya adalah merupakan petunjuk awal apakah ekonomi akan membaik atau tidak?. Jika indek