Wawancara

Hanya Butuh Konsistensi dalam Pelaksanaan Khittah

Senin, 12 Juli 2004 | 09:04 WIB

Indonesianis Greag Fealy nyatakan bahwa konsep tentang khittah NU sudah sangat tepat dengan kondisi NU dan saat ini hanya dibutuhkan konsistensinya saja dalam pelaksanaannya. Peneguhan ini sangat penting berkaitan dengan perubahan situasi politik Indonesia yang menggoda banyak elit organisasi yang memiliki massa banyak untuk memanfaatkannya guna kepentingan politik mereka.

Peneliti dalam bidang politik dan sejarah Islam di Indonesia dengan perhatian khusus pada NU tersebut juga nyatakan keprihatinannya terhadap para kader NU yang saat ini duduk dalam bidang legislatif dan eksekutif yang dianggapnya belum banyak memperjuangkan kepentingan nahdliyyin

<>

Selanjutnya mantan konsultan di Asia foundation Jakarta dalam program 'Islam and Civil Society' dan 'Election Education and Monitoring' programmes, dan juga di USAID Jakarta pada program dialog antara agama tersebut mengharap agar ada keseimbangan antara kader NU yang terjun dalam bidang politik dan menerjuni dunia LSM. Berikut ini petikan wawancaranya ketika ia berkunjung ke kantor NU Online beberapa waktu lalu.

Bagaimana pendapat Bapak tentang sikap PBNU yang menyatakan diri tidak dalam kapasitas mendukung, menyetujui, atau menolak capres atau cawapres. Disisi lain, PBNU juga membebaskan warganya secara pribadi menjadi capres atau cawapres tanpa dukungan dari PBNU?

Saya kira keputusan itu sesuai dengan khittah 1926 dan saya kira keputusan itu sangat layak dalam kondisi seperti ini. PBNU menjaga keutuhan NU karena dalam NU sendiri terdapat polarisasi. Saya kira itu bermanfaat kalau PBNU memutuskan untuk menyatukan kembali kaum nahdliyyin. Saya menyambut baik keputusan ini. Saya kira kalau PBNU mendukung calon presiden tertentu jelas melanggar khittah 1926. Saya kira 6 tahun terakhir ini, PBNU sering mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan khittah.

PBNU memiliki jumlah massa yang besar, bagaimana mensikapinya untuk dapat berperan membangun bangsa?

Boleh saja membangun bangsa, bisa membangun umat NU sendiri, bermacam-macam. Kita sering dengan kalimat-kalimat seperti membangun bangsa. saya selalu tanya bagaimana isinya. Itu retorika saja, bagimana isinya, itu bisa omong kosong juga. Kalau ada orang NU yang memiliki slogan seperti itu, saya ingin mereka menjelaskan secara persis apa yang mereka lakukan. Saya kira itu lebih penting daripada slogan saja.

Secara kongkrit berkaitan dengan penempatan wakil-wakil NU di legislatif dan eksekutif bagaimana. Bagaimana kepentingan-kepentingan NU di legislatif dan eksekutif dapat dijalankan, paling tidak mungkin tentang ajaran agama yang pluralis, dll?

Kalau NU punya wakil dalam DPR, jelas kepentingan NU akan terjaga, kalau kepentingan negara sangat subyektif. Saya kira sikap NU lain dengan sikap orang Muhammadiyah atau sikap orang non muslim. Jadi saya kira terus terang saya menganggap peranan anggota DPR yang berasal dari NU kurang memuaskan. Banyak orang NU yang malas hadir, banyak yang orang NU yang juga kurang konsisten dengan sikapnya. Mudah-mudahan dengan anggota DPR yang akan datang, mereka dapat meningkatkan kinerjanya.

Dengan keterbukaan partai, minat orang NU untuk terjun ke partai besar sekali, menurut bapak bagaimana?

Terus terang saja, saya kira terlalu banyak pemimpin NU yang terjun ke dunia politik. Banyak sekali orang NU yang dulu aktif di LSM sekarang pindah ke bidang politik dan mengembangkan peranan dalam LSM dalam kegiatan perkembangan sosial, perkembangan intelektual, saya kira wajar saja kalau wajar saja kalau ada orang NU yang terjun ke politik, tetapi harus seimbang. Kalau toh banyak tokoh termasyur yang masuk ke politik juga akan merugikan politik. Kalau terlalu banyak tokoh NU yang masuk dunia politik, sebaiknya NU menjadi partai politik saja.

Peran NU sosial kemasyarakatan sekarang ini cenderung terabaikan?

Yaa itu kesan saya demikian, dan mungkin dalam lima atau empat tahun belakangan ini cenderung melemah. Saya kira NU setengah hilang arah dalam bidang itu, tidak ada momentum. Saya pikir LSM-LSM baru dari Muhammadiyah berhasil mendapat grand dari berbagai organisasi, dari Eropa, Timur Tengah, dll, dibandingkan LSM-LSM dari NU, ada kesegaran dari LSM-LSM Muhammadiyah, dan NU harus berfikir lagi supaya momentum yang mereka miliki sebelum tahun 1999 dapat mereka kembalikan.

Banyak kalangan menilai bahwa jika bandulnya NU ke politik, NU akan hancur, tetapi jika ke sosial budaya lebih baik, menurut bapak bagaimana?

Saya kira ini sangat tergantung pada kondisi sosial politik. Pada periode Soeharto, NU sangat tidak kondusif untuk masuk dunia kancah politik, tapi sekarang di era reformasi masuk akal kalau