Wawancara

KH. Fachrudin Masturo: Perlu diagendakan Penyempurnaan Tatib Dalam Muktamar 2004

Selasa, 18 Mei 2004 | 07:28 WIB

Rapat Syuriyah PBNU di Rembang (16/5) telah menghasilkan sembilan butir kesepakatan. Dampak sosial politik yang mungkin timbul karena persaingan antar Capres dan Cawapres juga menjadi agenda pembicaraan.  Pengurus Syuriyah pun sepakat, agar pengurus NU di mana pun tidak membuat pernyataan yang mengesankan pemihakan. Tujuannya sudah jelas, untuk menghindarkan kebingungan dan keresahan di kalangan warga NU.

Untuk hal itu, Rapat Rembang juga mengajak para kiai di lingkungan NU untuk senantiasa kompak membantu NU dalam menjaga Khittahnya. Para kiai NU juga diajak untuk memberikan arahan kepada warga dalam menghadapi pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang, termasuk ikut menjelaskan sikap dan qaraar Syuriah PBNU dengan kearifan yang mereka miliki.
 
Namun harus diakui, fenomena pencalonan presiden dan wakil presiden yang melibatkan sejumlah besar kader NU, khususnya yang struktural mengajak kita untuk mengetahui manfaatnya dan kesiapan NU secara institusi. Untuk  itu, usai Rapat Rembang (16/5), Reporter NU Online, Abdullah mewawancarai secara khusus Wakil Rais Am PBNU, KH. Fachrudin Masturo, yang juga pengasuh pondok pesantren Al-Masturiyah, Sukabumi, berikut petikan wawancaranya:

<>

Bagaimana pandangan kiai terhadap banyaknya warga NU yang menjadi Capres dan Cawapres?

Kita harus melihat itu sebagai rahmat Allah yang perlu disyukuri dan tidak justru membuat bingung.

Apakah ada manfaat yang bisa diperoleh warga NU dari Pencapresan itu?

Ada, terutama pencapresan ini bisa menjadi pendidikan politik bagi warga NU di dalam menggunakan haknya dan dalam menentukan pilihannya sesuai nurani masing-masing.

Apakah ada dampak buruknya?

Sebenarnya Pencapresan ini rahmat dan keberuntungan bagi warga NU, tapi jangan sampai umat di bawah justru pecah belah. Karena itu ada tausiyah supaya warga NU dalam kampanye supaya bermoral.

Bagaimana NU secara Jam’iyah memposisikan dirinya dalam Pemilu yang Capres dan Cawapresnya kebanyakan dari warga NU ?

Seperti hasil rapat tadi, Syuriyah PBNU menghargai hak warganya, termasuk tokoh-tokoh NU yang menjabat di PBNU, untuk dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai Capres atau Cawapres, tanpa melibatkan institusi NU. Karena itu agar hal ini bisa dipahami oleh warga NU, Syuriyah PBNU memutuskan untuk menon-aktifkan sementara KH. Hasyim Muzadi dan Ir. H. Sholahuddin Wahid masing-masing dari jabatan ketua umum dan ketua PBNU, sejak secara resmi ditetapkan sebagai calon Presiden/Wakil Presiden sampai berakhirnya proses pemilihan bagi yang bersangkutan, kecuali bila atas kehendak sendiri yang bersangkutan menyatakan pengunduran diri. Selama dalam proses penon-aktifan ini, mereka tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas institusi ke –NU- an untuk kepentingan pemilihan yang dimaksud.

Bagaimana Tausiyah Kiai kepada warga NU terkait Pemilu Capres dan Cawapres yang akan datang ini?

Kepada semua rakyat, khususnya warga NU, Syuriyah PBNU menghimbau agar ikut mensukseskan pemilihan Capres-Cawapres ini dengan semangat persaudaraan dan dapat mengulangi sikap dewasa seperti ditunjukkan dalam Pemilu legislatif yang lalu. Supaya Pemilu besok bisa berjalan dengan aman dan damai.

Melihat perkembangan sosial politik seperti ini, dan rencana Muktamar pada Pemilu 2004, apakah persoalan ini akan menjadi agenda tersendiri untuk dibahas?

Pengalaman sekarang ini akan menjadi pertimbangan untuk penyempurnaan Tata Tertib.

Apakah Kiai melihat adanya kelemahan pada Tata Tertib?

Ya,

Bagian yang mana pada Tata Tertib yang Kiai anggap lemah?

Umpamanya Syuriyah menetapkan kepada calon supaya menyatakan pengunduran, itu kan belum ada, sehingga hanya pernyataan dinon-aktifkan sementara selama kampanye Pemilu Capres-Cawapres, juga tidak boleh menggunakan fasilitas institusi selama non-aktif.

Bagaimana bila selama non aktif ternyata terjadi penggunaan fasilitas institusi NU, apa sanksinya?

Tidak ada sanksinya.

Kenapa bisa tidak ada sanksi dalam pelanggaran poin 5?

Karena pernyataan itu bersifat himbauan bukan larangan.

Selain alasan Khitttah 1926, apa alasan lain bagi pentingnya penegasan bagi Ketua Umum, Rais Am dan Wakil Rais Am untuk diusulkan agar ditetapkan mengundurkan diri bila

Penataan Tatib pada Muktamar 2004 nanti?

Kalau salah satu dari ketiga pemimpin PBNU yang dipilih dalam muktamar tadi masuk politik praktis, berarti yang bersangkutan menjadi milik bangsa, bukan hanya warga NU. Akhirnya kepentingan khusus NU bisa terabaikan.

Bukankah dengan tetap dibebaskannya ketiga pucuk pimpinan NU yang dipilih dalam muktamar untuk memasuki politik praktis asal mengundurkan diri nantinya penegakan Khittah NU terkesan lemah, atau minim?

Ya, NU tidak masuk di lingkaran politik praktis, tapi dari sisi lain, visi, misi NU sendiri ingin menegakkan syariat Islam dan ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah, dan itu harus punya kekuasaan.

Jadi pelaksanaan Khittah sebenarnya tetap memberikan pilihan yang terbaik bagi pucuk pimpinan NU untuk masuk politik praktis?

Ya, kalau ada kesempatan, ya berilah. Karena akibat dari K