Wawancara

Menyelamatkan Orang Bener

Selasa, 12 Oktober 2004 | 17:35 WIB

Tidak terlalu sulit mengenal tokoh yang satu ini, perawakannya cukup tinggi, mimik mukanya selalu tampak serius, dan bila sedang bicara dia tidak pernah jauh dari rokok. Meski tampak serius, kiai pemilik Pondok Pesantren Miftahul Mutaallimin Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon ini tergolong doyan melucu. Karena itu kiai yang saat ini menjabat sebagai anggota Syuriyah Nahdatul Ulama (NU) Jawa Barat ini mudah akrab dengan semua orang yang bertandang ke rumahnya. 

Sikap akrab itu semakin berasa meluas, ketika Pesantren Babakan dipilih oleh sejumlah anak muda dari kalangan warga NU menjadi tempat berlangsungnya Musyawarah Besar (Mubes) Nasional Warga NU,  8 - 10 Oktober minggu lalu. Warga NU yang menjadi peserta Mubes pun mengenal kiai yang bernama lengkap Yahya Masduqi dengan panggilan akrab Kiai Yahya. 

<>

Kiai yang selalu berpenampilan sederhana ini mempunyai hobi yang unik. Setiap bulan sekali, dia dan teman-temannya pergi ke Gintungan, daerah yang menjadi tempat dia mengisi waktu luang dengan kegiatan masak memasak. “Saya sangat suka memasak. Sebulan sekali saya ke Gintungan, untuk memasak bersama teman – teman saya,”kata kiai yang mengaku sering memanjakan lidanya dengan sayur asem ini.

Soal penampilannya yang sederhana, Kiai Yahya mengungkap hal itu sudah menjadi prinsip yang diajarkan oleh mendiang ayahnya—Kiai Masduqi Ali—yang menilai status seseorang yang saleh bukan dari surban bertingkat yang menutupi kepalanya, tetapi pada ketakwaannya kepada Allah SWT.

Almarhum Kiai Masduqi Ali, ayahanda dari Kiai Yahya Masduqi, semasa hidupnya pernah menjabat sebagai sekretaris Hadratus Sheikh KH Hasyim Asy’ari.

Sebagai panitia penanggungjawab materi Mubes, kesan pertama saat bertemu kiai Babakan ini bukan hanya keseriusannya, melainkan pernyataannya tampak berbobot. “NU didirikan oleh orang – orang bener (benar: Red.), bukan oleh orang – orang pinter (pandai: Red.),”kata Yahya Masduki.

Menurut Yahya, yang dimaksud sebagai orang bener itu ulama, karena para ulama itulah yang menjadi pewaris para nabi. Karena kedudukan para ulama yang notabene sebagai orang-orang bener itu, kata Yahya, mereka harus dipertahankan. Untuk mempertahankan orang – orang bener, banyak yang akur. Tapi bagaimana caranya Pak Kiai? Mendapat pertanyaan seperti ini, Kiai Yahya mengatakan,”Untuk memiliki kemampuan dalam mempertahankan keberadaan orang – orang  bener, NU sebagai jamiyah harus mampu memberdayakan warganya secara lebih dinamis melalui bidang pendidikan, baik pendidikan yang dikelola Maarif, maupun lembaga pesantren di lingkungan NU,”kata Yahya.

Selain pemberdayaan warga NU itu bergantung kepada lembaga pendidikan, kata Yahya, warga NU juga perlu diberdayakan dengan memperjuangkan nasib para petani dan buruh yang sampai hari ini masih kurang mendapat perhatian di negeri sendiri. “Bisa saja melalui lembaga Pertanian NU, atau lembaga buruh di lingkungan yang sama,”katanya. 

Bagaimana pendapat Kiai Yahya mengenai hubungan warga NU dengan partai politik yang didirikan oleh para ulama NU, dan pendapatnya mengenai cara menghadapi arus liberalisasi yang terus menerus menekan kehidupan warga Nahdiyin? Berikut petikan wawancara Abdullah dari NU Online dengan Kiai Yahya Masduki di rumahnya, Pondok Pesantren Miftahul Mutaallimin, Babakan, Ciwaringin, Cirebon, Sabtu (9/10):

Bagaimana pengaruh Musyawarah Besar Warga NU terhadap peningkatan kualitas hubungan antara warga NU dengan pengurus dalam jamiyah NU?

Sebenarnya, setelah beberapa pengaruh yang kurang baik masuk ke dalam Nahdatul Ulama dan menjadikan NU seperti sakit sehingga dirasakan di masyarakat bawah. Maka penyelenggaraan Mubes Nasional Warga NU ini dilakukan untuk menyelamatkan modal yang masih dimiliki oleh Nahdatul Ulama ini. Jadi segala komunitas NU memang harus diatasi. Ya Nahdlotu Al-ta’awuniyah, Nahdlotu Al-iqtisodiyah dan beberapa nahdlot yang jumlahnya kurang lebih sembilan, itu betul-betul bisa dilaksanakan oleh pengurus NU. Jadi Mubes Warga NU di sini hanya salah satu pemikiran dari  kaum warga yang di mana pun musyawarah itu untuk menuju satu tujuan yang baik, supaya ke depan betul-betul NU tidak kedodoran. Jadi meski nanti ada pengaruh-pengaruh dari luar, eksistensi NU tetap akan terjaga. Kedua, memang NU itu didirikan oleh orang-orang bener, bukan oleh orang-orang pinter. Jadi mempertahankan orang-orang bener dalam kategori saya, itu ya ulama itu. Sehingga bisa mempertahankan eksistensi al-ulamau waratsatun al-ambiya, ulama adalah pewaris para nabi. Agar tujuan itu tercapai, maka kita harus memikirkan bagaimana caranya warga NU bisa diberdayakan ke arah yang lebih dinamis. 

Apakah hasilnya akan disosialisasikan langsung kepada kalangan warga NU secara lebih luas, termasuk panitia di si