Wawancara

Penguatan Manajemen Jam'iyah Untuk Maksimalkan Fungsi NU

Kamis, 24 Juni 2004 | 16:06 WIB

Tangerang, NU Online
"Tanpa melakukan penataan dan penguatan manajemen jam'iyah, NU sulit diharapkan dapat menjalankan fungsi pengembangan mutu keberagamaan dan mutu kesejahteraan masyarakat,"kata Direktur Pusat Kajian Pedesaan dan Pembangunan Regional Universitas Gadjah Mada Mochammad Maksum kepada NU Online, Kamis (24/6).

Maksum yang saat ini juga menjabat sebagai ketua PWNU D.I. Yogyakarta menambahkan, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan perbaikan jam'iyah. Meskipun jumlah pengurus PBNU yang terlibat dalam politik praktis tidak dapat dikatakan sedikit. Situasi saat ini tentu tidak perlu melemahkan semangat untuk memperbaiki kinerja organisasi. "Situasi sekarang memang sama sekali baru, karena itu sangat tepat untuk menjadi pembelajaran bagi jam'iyah. Saya optimis dengan memanfaatkan pembelajaran jam'iyah secara serius, NU akan menjadi satu organisasi yang sangat hebat pada 2009 nanti,"ungkap bapak yang memiliki tiga orang putri ini.

<>

Menurut Maksum, jika NU mampu menjalani pembelajaran saat ini dengan baik, perbaikan dan penguatan manajemen jam'iyah akan berhasil. Maka dua fungsi besar jam'iyah yang diikrarkan sejak berdiri pada 1926 akan bisa berjalan efektif.

Dengan demikian, kata Maksum, peningkatan mutu keberagamaan dan kesejahteraan warga nahdiyin yang mayoritas di Republik ini akan berhasil diperjuangkan secara maksimal. "Karena saat itu konsentrasi NU dalam melindungi nasib warganya yang tak pernah berhenti digerus kerakusan liberalisme sangat kuat,"ujar Maksum seraya mengingatkan tentang pentingnya menegakkan khittah NU jika masih menginginkan fungsinya berjalan maksimal.

Bagaimana penjelasan tokoh NU yang meraih gelar doktoral dari Universitas Philipina di Los Banos ini tentang penegakan khittah, evaluasinya terhadap fungsi NU di tengah kerasnya ancaman neoliberalisme yang secara terus menerus mengurangi kualitas kehidupan nahdiyin, dan langkah strategis yang harus diambil oleh jam'iyah NU ke depan?  Berikut petikan wawancara Abdullah dari NU Online dengan Mochammad Maksum usai memberikan materi diskusi  dalam acara Temu Jaringan dan Aliansi Penegakan Khittah NU 1926 di Pesantren Soebono Mantovani, Tangerang, Rabu (23/6):

Bagaimana evaluasi Bapak terhadap kinerja NU dalam satu periode ini?

Saya kira kita harus berani melakukan introspeksi. Kita harus berani melakukan introspeksi bagaimana Khittah NU itu dijalankan. Khittah itu apa sih? Sederhananya begini, kita itu harus komitmen pada fungsi awal jam'iyah NU didirikan pada 1926. Sebagai jam;iyah diniyah ijtima'iyah, NU hanya memiliki dua fungsi saja: pengembangan mutu keberagamaan dan pengembangan mutu kesejahteraan masyarakat, hanya itu saja. Kalau kita mau evaluasi, kita lihat apakah para pengurusnya pada tiap level telah menjalankan dua hal itu apa tidak?  Tentu kembali dalam menjalankan fungsi itu melalui cara-cara jam'iyah diniyah ijtima'iyah. Jadi menurut cara-cara civil society, menurut cara-cara organisasi sosial keagamaan. Jadi bukan dengan cara-cara politik kekuasaan, karena level politiknya jauh dari level politik kekuasaan. Evaluasinya itu sederhana.

Apakah alat ukurnya hanya dua hal itu?

Ya, tapi mediumnya bukan politik kekuasaan. Kalau mediumnya politik kekuasaan itu sudah melenceng jauh dari fungsi normal sebagai organisasi masyarakat sipil. Organisasi masyarakat sipil itu tidak berurusan dengan politik. Organisasi masyarakat sipil itu berurusan dengan mutu politik sebagai bahasan mutunya, moral politik dan sebagainya itu memang berkepentingan. Bahwa demokrasi ini dijalankan dengan baik dan sebagainya, itu bagian yang harus dicermati oleh civil society, harus dicermati NU, tanpa perlu membawa NU masuk berebut kursi. Jadi itu persoalan politik kebangsaan, bagaimana bangsa ini menjalankan manajemen kebangsaan secara agamis, demokratis, manusiawi itu yang harus dikontrol oleh NU. Kalau manajemen kebangsaannya dikendalikan dengan penuh korupsi, macam-macam, nah ini yang harus dikritisi negara. Tapi tidak perlu masuk dalam sistem negara, yang masuk ke sana, kader-kadernya saja, atau aktor-aktor strategisnya, atau orang-orang NU yang berafiliasi pada tingkat Parpol masing-masing atau profesi masing-masing.

Bagaimana posisi PBNU saat ini dalam menjalankan kedua fungsi tersebut?

Oh, menurut saya minimal sekali fungsi itu dijalankan. Karena lebih banyak yang sibuk dengan politik praktis, atau politik kekuasaan, jadi itu urusan kursi.

Apakah yang Bapak maksud itu Pengurus Besarnya, PW-nya atau Banomnya?

Nggak, semuanya, dari tingkat ranting, Banom, PC, PW, kita harus lihat semuanya. Sekarang di tingkat PW misalnya, kami pun bingung bagaimana misalnya ada pertanyaan, kok ada ketua Cabang yang jadi anggaota DPR. Ini kan urusan politik praktis. Ini yang krusial harus diungkap, bahwa Khittah kita memang masih perlu diterjemahkan untuk lebih jelas lagi, meskipun sudah jelas. Ba