Wawancara

Petani Butuh Konsistensi Sikap Pemerintah

Ahad, 12 September 2004 | 15:18 WIB

Ia adalah satu – satunya anggota DPR dari kalangan warga Nahdiyin yang paling tua, paling tidak untuk saat ini. Tua di sini memiliki makna ganda, yaitu tua dari sisi usia, dan pengalaman.

Pak Imam, begitu dia akrab disapa memang dilahirkan 73 tahun silam.   Anggota Dewan yang tergabung di FKB ini lahir pada 15 Juni 1931 di Ponorogo. Kedua orang tuanya pun lantas memberi nama buah hatinya dengan sebutan Imam Churmen.

<>

Dilihat dari pengalaman di bidang pertanian, perikanan, peternakan,   kelautan, dan perkebunan, suami dari Hj Darsanah ini memang terbilang kawakan. Rentang pengalaman dalam membela nasib kaum petani ini dibentangkan sejak dia menjadi Ketua Pertanian Nahdatul Ulama (Pertanu) Wilayah Jawa Tengah, 1960, Ketua II Pucuk Pimpinan Pertanu, 1965, Ketua Bagian Tani dan Nelayan PBNU, 1979,  dan Ketua Lembaga Perkembangan Pertanian NU (LP2NU), 1985.

Keseriusannya menekuni aktivisme di bidang pertanian memang tak sia-sia. Terhitung sejak 1971 hingga 2004, putra pasangan Kasan Kadiran dengan Sainem ini menjadi anggota Dewan yang membidangi komisi Pertanian dan Kehutanan.

Keseriusan dan ketekunannya membidangi kedua sektor itu membuatnya disegani teman-temannya sesama anggota Dewan maupun para pakar. Tak heran Ketua Himpunan Kerukunan Tani dan Nelayan (HKTI) yang juga Mantan Capres Siswono Yudhohusodo menilai Imam sebagai anggota Dewan yang merakyat. “Pak Imam merupakan senior yang konsisten berjuang membela kaum tani. Kepeduliannya kepada nasib para petani telah menjadikan beliau akrab dengan rakyat. Inilah yang membedakan dia dengan pakar pertanian biasa yang karena tidak punya kepedulian telah membuat pakar tersebut terasing dari masyarakatnya,”tutur Siswono.

“Meski selalu serius, saya jarang melihat Pak Imam tampil tanpa senyum. Dalam rapat yang sangat serius yang dipimpinnya pun, dia bisa membawakannya dengan serius tapi rileks,”tambah Siswono.

Karena kepeduliannya pula, Wakil Ketua DPR RI dari FPDIP Soetardjo Soerjogoeritno mengenal Imam sebagai anggota DPR yang tidak mau hanya duduk di depan mejanya. “Pak Imam adalah anggota Dewan yang selalu turun ke daerah-daerah pertanian yang mengalami penderitaan,”kata Soetardjo seraya menyatakan keinginannya  untuk menjadikan Churmen sebagai penasehat presiden di bidang pertanian kelak.

Meski serius, Imam mengaku tidak punya musuh. Pernyataan Imam ini tentu kedengaran aneh, apa mungkin politisi tidak punya musuh? 

Soal pernyataannya itu, Imam pun menjelaskan,”Musuh saya hanyalah kemiskinan, Kemungkaran, Penindasan dan Kedzaliman,”tandas Imam.

Hingga saat ini, Imam yang pada hari ini (12/9) meluncurkan biografinya berjudul “Imam Churmen ‘Penyambung Lidah’ Petani” sudah 30 tahun lebih berjuang untuk petani. Karena faktor usia yang sudah sepuh, dia pun pamitan untuk berhenti berkiprah sebagai anggota Dewan di Senayan. Dan di hari pamitannya di Graha Sucofindo di Jalan Raya Pasar Minggu, NU Online berhasil mewawancarai Imam Churmen mengenai persoalan sektor pertanian dan kehutanan yang harus dibenahi.

Anggota Dewan yang dinilai Budayawan Mohamad Sobary sebagai Imam yang paling dekat dengan makmumnya ini mengungkapkan, bahwa pembenahan di sektor pertanian rakyat membutuhkan tiga hal: Sinkronisasi antar departemen pemerintahan, Konsistensi sikap dalam memperjuangkan nasib petani dan Penegakan hukum. Berikut petikan wawancara Abdullah dari NU Online dengan H. Imam Churmen:


Berdasarkan pengamatan Bapak selama menjadi anggota DPR RI yang melihat langsung nasib masyarakat yang bergerak di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, nelayan dan perikanan, apa saja yang harus dibenahi untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka? 

Kalau bicara Sumber Daya Alam (SDA) sangat menjanjikan, cuma pemanfaatannya masih perlu koordinasi lintas departemen untuk menjadi satu rujukan bagaimana pemanfaatan potensi produktivitas dan kualitas SDA dapat meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan, perkebunan dan peternakan.


Bagaimana bila pemanfaatan potensi SDA tidak mampu merujuk konsep tersebut?

Bila hal itu terjadi, saya kira perlu diadakan perbaikan untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan itu. Saya tidak sependapat kalau ada satu dan  pihak lain saling menyalahkan akibat dari kelemahan dan kekurangan dalam pemanfaatan potensi SDA. Kalau itu salah, salahkan kita semua. Marilah kita perbaiki semua, sehingga tidak t