Wawancara

Rozy Munir: Fokus Kebijakan Luar Negeri NU pada Pengembangan SDM dan Atasi Konflik Internasional

Sabtu, 9 April 2005 | 05:01 WIB

Belakangan ini, keterlibatan NU dalam dunia internasional semakin meningkat, berbagai permasalahan dunia seperti radikalisme yang mengatasnamakan agama dan konflik-konflik agama lainnya menyebabkan NU tak bisa tinggal diam melihat kondisi ini. Nilai-nilai yang dimiliki NU seperti toleransi dan moderasi telah terbukti dapat menjadi senjata ampuh untuk ikut mengambil bagian mengurangi ketegangan berbagai konflik dan kekerasan menggunakan simbol agama terjadi di berbagai wilayah dan kawasan dunia.

Perkembangan dalam arus globalisasi juga menyebabkan NU harus menata organisasinya termasuk mengirimkan kader-kadernya untuk bersekolah di luar negeri, selain itu juga NU melalui berbagai perangkat organisasinya telah menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga donor asing untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

<>

Berikut ini wawancara reporter NU Online Mukafi Niam dengan Ketua PBNU HM Rozy Munir yang membidangi urusan luar negeri di kantor ICIS Gedung PBNU Lt 5 Jl Kramat Raya tentang strategi dan kebijakan luar negeri yang diambil PBNU dalam lima tahun mendatang ini.

Saat ini PBNU telah membagi bidang-bidang tertentu yang menjadi tanggung jawab masing-masing ketua PBNU. Sebagai penanggung jawab bidang hubungan luar negeri, bagaimana arah kebijakan PBNU dalam bidang hubungan internasional dalam lima tahun mendatang?

Untuk melihat NU dalam kaitan dengan bidang yang ditugaskan kepada saya, yaitu bidang luar negeri, terdapat beberapa hal penting. Pertama kita sudah bersepakat dalam NU, antara lain bahwa peningkatan sumber daya manusia penting dan tak dapat ditawar-tawar lagi, yaitu bagaimana SDM NU memiliki visi dalam menghadapi dunia internasional atau dalam menghadapi globalisasi.

Saat ini dalam beberapa hal, batas negera sudah kabur, katakanlah arus lalu lintas modal, ekonomi, teknologi, bahkan tenaga kerja tak kenal batas negara, belum lagi masalah komoditas yang sudah menjadi produk internasional. Agreement-agreement tentang hal tersebut kan terus dirancang dan diperluas.

Telah banyak teman-teman yang menggeluti studi Islam di Timur Tengah, namun juga harus dibuka kemungkinan-kemungkinan studi di negera-negera Barat sehingga ada perpaduan wawasan dunia Islam dengan Barat, ini penting.

Jika memang pengembangan SDM menjadi fokus utama bagaimana usaha PBNU dalam mengirimkan para kadernya ke luar negeri?

Saat ini PBNU sedang mencari jalan untuk membuka kesempatan-kesempatan yang lebih luas. Pengiriman kader NU ke Inggris untuk mengikuti Education Management Training Program yang sekarang ini 50 orang dirasa belum cukup dan harus terus ditambah, paling tidak 100 orang.

PBNU bekerja sama dengan berbagai negara Timur Tengah pada tahun lalu telah mengirimkan 70 orang mahasiswa NU dari berbagai pesantren seperti Libya, Sudan, Maroko, Mesir, dan lain sebagaimnya bahkan Iran juga memberikan jatah beasiswa ke PBNU. Untuk tahun ini, akan diusahakan terus bertambah.

NU telah berkembang cukup pesat di luar negeri terbukti dengan banyaknya Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU, apa peran mereka dalam membantu mengembangkan NU?

Cabang-cabang NU Istimewa di berbagai negara juga sudah merancang berbagai hal, saat ini yang sedang berjalan adalah upaya pembentukan universitas Islam Internasional yang mumpuni di Indonesia dengan sentuhan para alumni NU dari berbagai belahan dunia disiplin ilmu.

Teman-teman NU di luar negeri juga sedang mengupayakan pengembangan visi dan misi NU serta pemikiran Islam ala NU di luar negeri selain mengupayakan pengembangan pesantren, madrasah, dan lainnya yang bisa menata masa depan. Ini kita hargai.

Awal tahun 2004 lalu, PBNU juga telah mengadakan konferensi internasional melalui ICIS, bagaimana upaya PBNU dalam mengembangkan lembaga ini?

NU sendiri sudah melakukan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) pada Februari 2004 dan diminati karena tidak politik-politikan dan anggotanya adalah people to people bukan state seperti OKI, karena itu harus dikembangkan. Buktinya sukses pertama pada konferensi tahun lalu. Mereka meminta konferensi kedua dilaksanakan di Jakarta lagi. Saat ini sedang difikirkan bagaimana pelaksanaannya dan sedang melakukan pendekatan-pendekatan dengan berbagai pihak, utamanya kementerian luar negeri yang sudah berpartner dalam konferensi sebelumnya.

Ini penting dalam kaitannya dengan keinginan negara-negara, katakanlah negara yang punya gejolak konflik agama atau konflik kekerasan atas nama agama di satu daerah. NU sudah diundang ke Thailand oleh pemerintah, bahkan bertemu dengan raja, perdana menteri, tokoh agama, baik Islam maupun Budha dan lainnya. Permintaan ini untuk memberi masukan mengenai masalah di Thailand Selatan yang juga beraliran sunni. Kemudian juga ada pe