Wawancara

SEMOGA PEMBERANTASAN KORUPSI TAK HILANG DITELAN ANGIN

Senin, 25 Agustus 2003 | 05:35 WIB

Tahun ini korupsi dianggap masih merajalela di Indonesia, Kenya, Angola, Madagaskar, Paraguay, Nigeria, dan Bangladesh, negara dengan Indeks Persepsi Korupsi kurang dari 2 (kisaran antara 0 sampai dengan 10). Dari kelompok negara-negara ini hanya Indonesia yang bukan termasuk negara termiskin namun memiliki tingkat korupsi yang sangat tinggi. Indonesia dan Bangladesh pada tahun 2002 masih dianggap sebagai negara terkorup di Asia, sementara tingkat kemiskinan di Indonesia jauh lebih baik daripada Bangladesh, Senegal, sebagai negara termiskin di dunia.

Data terakhir (2002) yang diambil dari Transparency International Indonesia, Ornop yang berkonsentrasi dibidang pemberantasan korupsi menunjukkan bahwa negara-negara seperti Namibia, dan Botswana yang memiliki Human Development Index (HDI) lebih rendah, masing-masing 0,610 dan 0,572 dibanding Indonesia, ternyata memiliki Nilai Indeks Korupsi (ICP) jauh lebih baik dibanding Indonesia yang memiliki HDI sebesar 0,658. Ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan HDI tingkat menengah yang paling korup didunia.

<>

Dalam pidatonya dihadapan Sidang Tahunan MPR 2003 digedung MPR/DPR awal Agustus ini, Presiden Megawati Sukarnoputri mengatakan bahwa saat ini korupsi telah terdistribusi secara sistematis mulai dari lembaga pemerintahan tingkat daerah sampai dengan pusat. Benarkah demikian ? Kenapa korupsi di Indonesia dikatakan telah terdistribusi dengan sedemikian sistematis dan dan apa faktor penyebabnya ?  Kemudian apa yang harus dilakukan dalam rangka memberantas korupsi yang telah menjelma menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia seperti yang dikatakan oleh Kwik Kian Gie sebagai “Way of Life” ?. Lalu dalam kaitannya dengan Nahdlatul Ulama, peran apa yang dapat dilakukan dalam rangka pemberantasan tindak korupsi di Indonesia dan bagaimana ?

Teten Masduki, Koordinator Indonesia Corruption Watch ketika dihubungi melalui telepon oleh Aries Kurniawan reporter NU-Online, menyatakan bahwa statement Presiden tersebut tidak pada tempatnya dan siapapun tahu dengan jelas paparan seperti itu. Yang sebenarnya harus disampaikan dalam Sidang tahunan tersebut adalah laporan mengenai sejauh mana pemerintah telah berupaya dalam agenda pemberantasan tersebut, “Justru yang diperlukan sekarang adalah langkah konkrit dari pemerintah”. Katanya.

Lebih lanjut ketika ditanya mengenai akar korupsi di Indonesia, Teten Menyatakan bahwa akar dari maraknya tindak korupsi di Indonesia, terbagi kedalam dua bagian, pertama adalah aspek kultural yang dikatakan bahwa budaya korupsi dimasyarakat sudah teradopsi menjadi sebuah karakter budaya terutama disebabkan oleh peninggalan orde baru. Yang kedua adalah aspek struktural, bahwa kemauan politik dari pemerintah masih sangat kurang dalam agenda pemberantasan korupsi. 

Fenomena transformasi korupsi oligarki ke korupsi multipartai seiring dengan sistem pemerintahan otoriter ke demokrasi pasca pemerintahan Suharto, secara nyata dalam lima tahun terakhir telah menjadi faktor penghambat utama laju reformasi di berbagai bidang, terutama pemulihan bidang ekonomi, hukum, birokrasi pelayanan dan demokrasi politik untuk keluar dari krisis multidimensi yang diwariskan pemerintahan otoriter orde baru dimasa lalu. Periode pemerintahan koalisi Megawati ditandai oleh semakin menguatnya pengaruh uang dalam proses-proses politik dan pemerintahan, serta kompromi-kompromi politik elit untuk berbagi kue kekuasaan politik dan ekonomi yang semakin terwujud pada era pemerintahan Megawati, telah memungkinkan kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik lama yang menjadi pilar utama kleptokrasi orde baru mampu mereposisi diri dengan membangun hubungan patronasi politik dan bisnis baru yang membuat lestarinya struktur politik dan ekonomi serta nilai-nilai lama termasuk political behavior yang korup.

Ditengah oligarki elit tersebut, isu korupsi bukan lagi isu politik yang populer bagi kekuatan-kekuatan politik yang bersaing dalam mencari popularitas dimasyarakat, sebagaimana hal itu terjadi pada periode pemerintahan Habibie dan Abdurrahman Wahid. Tetapi yang berkembang sekarang ini ditingkat elit justru adalah korupsi gotong royong.
Korupsi merupakan persoalan akut untuk Indonesia dan sampai sat ini belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkannya. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi mulai dikenal sebagai suatu penyimpangan ketika birokrasi atau suatu sistem melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Dalam konsep kekuasaan tradisional tidak dikenal model pemisahan keuangan tersebut.
Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya. Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.

Era Soekarno 1945 – 1967
1. Pemerintah Soekarno berupaya untuk melakukan rasionalisasi perusahaan-perusahaan Asi