Wawancara

Syuriah Perlu Penyegaran Keorganisasian

Rabu, 28 Maret 2007 | 13:08 WIB

PBNU berencana melakukan workshop untuk melakukan penyegaran kemampuan keorganisasian bagi para pengurus syuriah NU. Sejauh mana perlunya peningkatan pengetahuan bagi para pengurus syuriah tersebut dalam menjalankan roda organisasi dan materi apa saya yang kira-kira diperlukan oleh mereka, berikut ini wawancara dengan Wakil Katib PBNU KH Malik Madany dengan NU Online seusai rapat harian di PBNU, Rabu terakhir di bulan Maret.

Bagaimana pendapat bapak tentang perlunya peningkatan wawasan keorganisasian syuriah di lingkungan NU?

<>

Saya kira begitu, memang harus diakui sebagian ulama kita wawasan keorganisasian masih sangat miskin, ada juga yang sudah baik, namun perlu disegarkan kembali. Akhir-akhir ini kan banyak godaan yang membuat sebagian ulama menyimbang dari aturan organisasi, taruhlah politik praktis. 

Saya kira paling tidak peningkatan wawasan keorganisasin ini untuk menyegarkan kembali, paling tidak bagi para ulama yang sudah memiliki wawasan keorganisasian yang baik, apalagi yang belum.

Berarti ini mekanisme perekrutan para syuriah perlu ditingkatkan?
 
Memang harus kita akui kaderisasi di NU kurang baik, dalam arti munculnya orang di tanfidziyah maupun di syuriah tidak melalui jalur yang seharusnya. Kadang tiba-tiba muncul orang yang sebelumnya tidak dikenal di bawah tiba-tiba sudah menjadi pengurus di level atas. Lha ini kan tidak sehat, mestinya kepemimpinan dimulai dari bawah.

Seorang ulama pun dalam memimpin syuriah seharusnya juga mulai dari bawah sehingga ia faham mekanisme organisasi yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama dan yang seharusnya berlaku dalam organisasi yang sehat.

Kalau pengetahuan agama mereka bagaimana?

Kalau yang namanya pengetahuan agama sudah memadai, bahwa kedalaman dan keluasan itu masih tetap perlu ditingkatkan. Ini harus diakui, bukan hanya dilingkungan NU, tetapi juga di lingkungan organisasi Islam lain, tapi yang paling memprihatinkan kekurangan para kyai dalam kaitan dengan mekanisme organisasi.

Materi apa yang penting disampaikan bagi mereka?

Saya kira tentang meteri keorganisasian sendiri, bagaimana posisi syuriah itu sebagai lembaga yang mestinya lebih kuat dibanding tanfidziyah sehingga diharapkan dengan adanya lokakarnya ini, para kyai menyadari kewajiban mereka sebagai pengurus syuriah untuk membimbing dan mengarahkan NU yang sehari-harinya dijalankan oleh tanfidziyah melalui tujuan bersama yang disepakati lewat muktamar dan forum lainnya.

Sebenarnya mereka kan sudah biasa berhadapan dengan ummat, mereka kan memiliki pesantren atau lembaga pendidikan, tapi ketika menjadi syuriah NU kurang memiliki power?

Kehidupan di dalam pesantren berbeda dengan kehidupan organisasi. Di pesantren, mereka sangat dominan karena kulturnya seperti itu yang memang menempatkan kyai sebagai fihak yang paling dominan. Tapi dalam kehidupan organisasi berbeda. Disini karena kekurangmampuan para kyai dalam memahami seluk beluk organisais, dalam pengambilan keputusan dan sebagainya. Ini karena beliau-beliau itu tertinggal dalam pemahaman organisasi. Maka akhirnya terjadi apa yang anda katakan, syuriah yang tadinya sangat dominan di pesantren menjadi terpinggirkan di organisasi. Disinilah arti pentingnya pelatihan organisasi supaya mereka tidak terkooptasi oleh tanfidziyah.

Kehidupan social semakin kompeks, apakah mereka perlu pengetahuan umum, manajemen dan lainnya?

Kalau pengetahuan organisasi, kalau ingin lengkap, mestinya ada wawasan tentang masalah manajemen, sebab kemampuan manajerial sangat penting dalam mengerahkan organisasi. Kalau memang ingin optimal memang harus ada wawasan manajemen yang diberikan dalam pelatihan seperti itu.

Mengapa pesantren-pesantren NU kurang bisa melahirkan tokoh-tokoh di tingkat nasional, misalnya dibandingkan Gontor. Kyai Hasyim Muzadi sendiri pernah mondok disana?

Barangkali di pesantren tradisional, sistem pendidikan diarahkan terlalu sempit pada pendalaman ilmu keagamaan tanpa diberikan wawasan yang cukup untuk masalah kepemimpinan dan keorganisasian. Ini yang diberikan di Gontor, pramukanya maju, koperasi juga, bukan formalitas hanya untuk menampung dana dari menteri UKM. Disana para santri dilatih untuk menghidupkan koperasi.

Ini yang tidak ada dipesantren kita pada umumnya, hanya ada satu dua, sehingga ketika berhadapan dengan dunia luar pesantren, anak lulusan Gontor lebih siap dan lebih memiliki rasa percaya diri disamping di pesantren kita tidak pernah mengenyam seperti itu sehingga ketika mereka harus menghadapi kehidupan nyata, mereka mengalami kegamangan yang menyebabkan rasa percaya diri kurang, dan sebagainya.

Kalau ditarik ke dalam lebih jauh, kurangnya kemampuan organisasi di lingkungan NUu kurang karena sistem pendidikan pesantren kurang mendukung?

Ya pesantren kita memang seperti itu, kalau orientasinya seperti itu akan berlanjut terus. Saya kira perlu adanya penambahan kurikulum (mkf)