Jakarta, NU Online
Penelitian yang dilakukan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag tahun 2017 menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kerukunan umat beragama. Umat beragama yang memiliki pendidikan yang tinggi, cenderung lebih rukun dibandingkan umat beragama yang memiliki pendidikan yang lebih rendah.
Umat beragama yang berstatus mahasiswa dan berpendidikan sampai S3 memiliki nilai indeks kerukunan sebesar 73,92. Sementara yang berpendidikan menengah memiliki nilai indeks kerukunan 73,1. Adapun responden dengan pendidikan dasar memiliki nilai indkes kerukunan pada rentang 69,62 samapi 70,56.
(Baca: Survei Indeks Kerukunan Umat Beragama-2017)
Hal lain yang turut memengaruhi kerukunan umat beragama adalah lingkungan tempat tinggal. Responden yang bertetangga dengan penganut agama lain memiliki skor lebih tinggi (7,43) dibandingkan yang tidak memiliki tetangga berbeda agama (69,10).
Masih terkait dengan lingkungan tempat tinggal, responden yang di lingkungan tempat tinggalnya terdapat rumah ibadah agama lain memiliki skor lebih tinggi (76,06) dibanding yang tidak ada rumah ibadah lain (69,61).
Satu hal cukup signifikan dalam memengaruhi angka kerukunan adalah sikap percaya (trust), baik terhadap tokoh agama, orang yang berbeda etnis, maupun penganut agama lain. Responden yang percaya terhadap tokoh agama memiliki skor indeks kerukunan lebih tinggi (72,38), dibandingkan mereka yang tidak percaya (67,48).
Di samping itu, responden yang percaya terhadap orang dari etnis atau suku lain memiliki skor indeks lebih tinggi (75,75), dibandingkan yang tidak percaya (68,69).
(Baca: Indeks Kerukunan Umat Beragama 2017 Berkategori Baik)
Dalam kaitannya dengan penganut agama lain, mereka yang percaya terhadap penganut agama lain memiliki skor indeks lebih tinggi (76,34), dibandingkan responden yang tidak per-caya terhadap penganut agama lain (67,53).
Hal lain yang terungkap melalui survei ini adalah bahwa mereka yang memiliki wawasan terkait Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama memiliki skor lebih tinggi (72,76)dibandingkan mereka yang tidak memiliki wawasan (72, 07). Demikian juga mereka yang memiliki wawasan terkait PBM No 8 dan No 9 Tahun 2006, cenderung memiliki skor lebih tinggi (73,73) dibanding mereka yang tidak (71,87).
Rekomendasi
Dari hasil analisis serta temuan-temuan survei, ada beberapa rekomendasi sebagai implikasi kebijakan yaitu perlunya optimalisasi sosialisasi peraturan perundangan terkait kerukunan umat beragama; meningkatkan wawasan masyarakat terkait kehidupan sosial lintas agama melalui media kampenye kerukunan atau kebijakan.
Selain itu, perlu dilakukan pengarusutamaan kerukunan dalam Perda-perda dan kebijakan sosial sampai pada tingkat kecamatan. Pemerintah melalui penyuluh agama hendaknya merangkul tokoh agama berpengaruh sebagai agen penggerak kerukunan.
Tak kalah penting adalah optimalisasi peran FKUB melalui peningkatan status Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2006 menjadi Peraturan Pemerintah atau bahkan menjadi Undang Undang. (Kendi Setiawan)
Baca hasil survei lainnya
di
DI SINI.