Jakarta, NU Online
Warga Indonesia memiliki keinginan yang tinggi untuk naik haji ke Mekah. Meski sudah mendapatkan jatah paling banyak jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya–yaitu 221 ribu kuota, namun antrian haji di Indonesia cukup lama. Bahkan, ada yang harus menunggu higga sepuluh tahun lebih.
Melihat kondisi seperti itu, warga Indonesia tidak mati kutu. Karena ingin berangkat haji cepat, ada dari mereka yang berangkat haji dari negara tetangga. Tahun 2016, ada kasus warga Negara Indonesia berangkat haji dari Filipina, yakni mereka ‘menggunakan jatah haji’ negara Filipina yang tersisa banyak karena hanya sedikit orang Filipina yang berangkat haji.
Sesuai dengan hasil penelitian Baltibang Diklat Kemenag RI tahun 2016, proses pendaftaran dan pembuatan dokumen paspor/surat jalan haji negara Filipina dilakukan secara ilegal oleh pihak-pihak tertentu. Karenanya Pemerintah Filipina menahan 177 orang Indonesia terkait hal ini. Mereka ditahan di Special Intensive Care Area (SICA) dengan fasilitas yang sangat minim. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Filipina menyediakan konsumsi selama mereka ditahan.
Pembebasan dan pemulangan 177 calon jamaah haji yang gagal berangkat haji melalui negara Filipina melibatkan banyak peran dari Kementerian Luar Negeri dan Duta Besar RI di Manila.
Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 62 UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen; Pasal 63 angka (1) dan Pasal 64 angka (1) UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; dan Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana penipuan dengan ancaman 12 tahun penjara. Dalam kasus ini, Pemerintah Filipina juga akan mengadili pihak-pihak yang terlibat di Mahkamah Filipina.
Agar kejadian yang tidak diinginkan tersebut tidak terulang kembali, maka ada beberapa langkah yang harus diperhatikan. Pertama, Kasi haji dan umrah di setiap Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota
sudah seharusnya meningkatkan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, Ditjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU) untuk lebih mensosialisasikan Pasal 9 ayat (1) PP 79/2012 terkait ketentuan melaksanakan ibadah haji dari luar negeri.
Intinya, pelayanan haji dan umroh di Indonesia sudah semestinya menjadi perhatian khusus pemerintah mengingat animo masyarakat Indonesia yang begitu tinggi. Kalau hal ini tidak ditangani dengan serius, maka ke depan bukan hal yang tidak mungkin jika warga Indonesia melakukan hal-hal yang lebih nekat lagi. (A Muchlishon Rochmat/Kendi Setiawan)