Balitbang Kemenag

Kasus Keset Berlapiskan Kertas Bertuliskan Ayat Al-Qur’an

Jumat, 10 November 2017 | 04:50 WIB

Kasus Keset Berlapiskan Kertas Bertuliskan Ayat Al-Qur’an

Gambar keset berlapiskan kertas bertuliskan Al-Qur'an (Foto:Republika)

Jakarta, NU Online
Akhir tahun 2016 lalu, Muslim Indonesia, khususnya di Yogyakarta dikejutkan dengan beredarnya keset kaki berlapiskan kertas bertuliskan ayat suci Al-Qur’an surat Ali Imran dan Annisa.

Adalah Rizky Nurfauzi yang pertama kali menemukan keset yang di dalamnya ada kertas bertuliskan Al-Qur’an. Kejadian bermula saat ia hendak mencuci keset yang ia beli di Pasar Desa Palem Sari. Ia kaget setelah mengetahui ‘daleman’ keset. Lalu kemudian ia memotret keset tersebut dan mengirimkannya ke salah satu grup Whatsapnya. Dari sini, kasus keset menyebar dan menjadi buah bibir di masyarakat.

Untuk menyelidiki kasus itu, aparat negara mengecek pedagang keset tersebut. Dari sekian keset yang diperiksa, ada empat buah keset yang bertuliskan ayat Al-Qur’an. Tentu ini tambah membuat gusar masyarakat Muslim, karena bagi mereka, persoalan agama adalah persoalan yang sangat sensitif. Pun persoalan agama adalah persoalan nomor satu jika dibandingkan dengan persoalan-persoalan lainnya. 

Lalu yang menjadi soal adalah siapa yang seharusnya paling bertanggung jawab atas kasus ini? Apakah pedagangnya? Pabrik pembuat keset? Pihak yang menjual Al-Qur’an ke pabrik keset? Atau Kementerian Agama yang kurang ketat mengawasi hal ini?

Untuk mengurai dan melihat lebih jauh soal keset bertuliskan Al-Qur’an tersebut, Kementerian Agama melakukan penelitian. Dari hasil analisa mulai dari kekhasan khot tulisan, iluminasi, dan kertas, diduga penerbit Al-Qur’an yang dibuat untuk ‘daleman’ keset adalah Penerbit Qomari yang terletak di Solo. Sedangkan pencetaknya kemungkinannya adalah Sahabat, SGU, atau Tiga Serangkai.

Baik pihak penerbit maupun percetakan mengaku sudah melakukan kontrol yang ketat dan sudah menjalankan prosedur operasi sesuai dengan standar yang ada. Mulai produksi, pencetakan, pemotongan, penjilidan, dan pemusnahan sisa limbah.  

Namun, berdasarkan perhitungan dan kronologi dari berbagai versi, disimpulkan bahwa kemungkinan besar keset berasal dari residu PT. Nusa Solo, pihak ketiga atau pengepul yang mengambil limbah percetakan. Tetapi, penerbit tersebut telah bangkrut dan tutup pada tahun 2015.

Pihak penerbit dapat menerima kasus tersebut sebagai pembelajaran dan akan memperbaiki ke depan. Pengrajin sebagai pihak yang paling bertanggungjawab belum diketahui karena banyaknya kemungkinan antara pengrajin di Klaten atau di daerah Sleman itu sendiri.

Kelalaian penghancuran limbah percetakan–terutama kertas yang bertuliskan ayat Al-Qur’an-adalah sesuatu yang sangat disayangkan. Jika tidak dihancurkan, sisa-sisa percetakan tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Dan ini terjadi pada kasus keset yang berlapiskan kertas bertuliskan ayat Al-Qur’an di Yogyakarta. 


Agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi, ada tiga hal yang seharusnya dilakukan.

Pertama, meningkatkan pengawasan penyebaran Al-Qur’an. Dalam hal ini, pihak yang paling bertanggungjawab adalah Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an (LPMA) dan jajaran Kementerian Agama sampai tingkat Kantor Urusan Agama (KUA). Mereka perlu meningkatkan pengawasan penyebaran mushaf Al-Qur'an, mulai pencetakan, penerbitan, sampai dengan distribusi.

Kedua, penegakkan hukum. Jika ditemukan ada unsur kesengajaan atau kelalaian maka pihak pengrajin bisa diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Penegakkan hukum tetap terus dilanjutkan untuk memutus keresahan dan kerusuhan masyarakat. 

Ketiga, menyusun draf standarisasi penerbitan Al-Qur’an. Sebagai pihak yang paling bertanggungjawab, LPMA seharusnya menyusun standarisasi penerbitan Al-Qur’an dan mencermati prosedur operasi penerbit dan percetakan, sehingga alur produksi sampai dengan penanganan residu dapat dikontrol dengan baik. (A Muchlishon Rochmat)

Baca Kajian Keagamaan lainnya DI SINI


Terkait