Balitbang Kemenag

Kebutuhan Pendidikan di Pesantren Penyetaraan

Kamis, 9 November 2017 | 12:30 WIB

Jakarta, NU Online
Seiring perkembangan zaman, pesantren mengalami perubahan signifikan, khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Adanya tuntutan formalisasi ijazah, segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia profesional diukur oleh legalitas berupa ijazah. Oleh karena itu setiap lembaga pendidikan, tak terkecuali pendidikan pesantren, berupaya agar para lulusannya memiliki jaminan legalisasi pendidikan secara formal, sehingga para santri yang telah menempuh pendidikan sekian tahun tidak merasa sia-sia ketika dihadapkan pada tuntutan rezim ijazah. 

Menyikapi perubahan tersebut, setidaknya terdapat dua model penyelenggaraan pendidikan pesantren. Sebagian pesantren melakukan adaptasi baik dari aspek kelembagaan, kurikulum, pengelolaan. Pesantren menyelenggarakan sistem madrasah/klasikal dan kurikulumnya menyesuaikan dengan kurikulum pemerintah dengan membuka lembaga pendidikan formal (MI, MTs, MA atau SD, SMP, SMA/SMK bahkan sampai perguruan tinggi).

Selain mendapatkan legalitas formal berupa ijazah, alumninya diharapkan menerusakan ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan diterima di dunia kerja pada sektor-sektor formal/pemerintah maupun non formal/swasta.

Sementara itu, sebagian pesantren masih tetap menyelenggarakan sistem pendidikan khas pesantren secara mandiri, baik kurikulumnya maupun proses pembelajaran dan pendidikannya. Sistem pendidikan khas pesantren ini dapat berbentuk model salafiyah maupun model Kulliyatul Muallimin Islamiyah (KMI), DMI, TMI. Model satuan pendidikan ini, lulusannya tidak memiliki legalitas formal ijazah seperti lulusan pada pendidikan formal, lulusannya hanya mendapatkan jazah dari pesantren dan belum mendapatkan kesetaraan recognition dari pemerintah. Karenanya lulusan pesantren ini tidak bisa melanjutkan ke pendidikan formal baik dasar maupun perguruan tinggi, dan banyak pula yang tidak dapat  bekerja di pemerintahan maupun swasta. 

Meskipun hanya mendapatkan ijazah dari pesantren dan tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dalam negeri, lulusan model pedidikan pesantren ini telah mendapatkan pengakuan penyetaraan (muadalah) dari lembaga pendidikan luar negeri di Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan seperti Universitas al-Azhar (Kairo), Universitas Mekah dan Madinah di Arab Saudi, Pakistan dan India atau negara-negara Islam Lainnya. Lulusan pesantren ini dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pesantren sebagai lembaga penyelenggara satuan pendidikan dipersyaratkan memiliki perangkat dasar untuk benar-benar berjalan sesuai dengan regulasi. Akan tetapi, kondisi pesantren sebagai satuan
pendidikan muadalah hingga kini belum diketahui dengan pasti, apakah satuan pendidikan muadalah di pesantren siap secara kelembagaan. 

Hasil studi yang dilakukan Asrori S. Karni tentang pesantren muadalah menyebutkan sejumlah pesantren muadalah bervariasi dalam penyelenggaraanya terutama dalam penerapan kurikulum, misalnya muadalah di Pesantren Sidogiri dalam kurikulumnya memuat materi ilmu dakwah dan ilmu tarbiyah yang secara keilmuan setara atau setingkat dengan program S1. 

Untuk mengetahui hal tersebut, tahun 2016 Puslitbang Penda dan Balitbang Kemenag RI melakukan kajian atau tepatnya penelusuran kebutuhan lembaga pesantren muadalah dalam konteks penyelenggaraan satuan pendidikan, sehingga akan dapat terindentifikasi kekurangan-kekurangan yang ada baik dari segi kelembagaan, ketenagaan, kurikulum, fasilitas pendukung, sarana prasarana dan lain sebagainya.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah mengetahui gambaran kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan muadalah di pondok pesantren. Dengan demikian, hasil temuan penelitian ini diharapkan, Pertama, dapat terpetakan kebutuhan-kebutuhan pesantren sebagai penyelenggara satuan pendidikan muadalah. Kedua, menjadi informasi awal yang bermanfaat baik bagi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren sebagai penentu kebijakan maupun pesantren sendiri dalam proses perbaikan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan muadalah. (Husni Sahal/Kendi Setiawan)

Baca Kajian Keagamaan lainnya DI SINI


Terkait