Jakarta, NU Online
Salah satu sekolah yang menjadi objek penelitian Balitbang Diklat Kemenag tahun 2016 adalah SMAN 1 Cibinong Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Penelitian tersebut menghasilkan temuan Pelayanan Pendidikan Agama Siswa dari Berbagai Agama di SMAN 1 Cibinong, bahwa SMAN 1 Cibinang merupakan lembaga pendidikan formal yang berada di lingkungan masyarakat penduduknya mayoritas beragama Islam.
Siswanya cukup heterogen, terdiri dari siswa beragama Islam, Kristen, Hindu dan Konghucu. Demikian juga gurunya terdiri dari guru yang beragama Islam, Kristen dan Katolik.
Namun, hubungan pergaulan sehari-hari dan toleransi umat beragama di lingkungan SMAN Satu berjalan harmonis.
Pelayanan pendidikan agama di SMAN satu dilihat dari sisi guru dan pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan agama siswa baik Muslim maupun non-Muslim. Dilihat dari sisi kualifikasi, keberadaan guru agama Kristen dan Katolik belum sesuai dengan Undang-undang Guru dan Dosen, yang pada pasal 9 disebutkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik yang diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Sementara guru PAK di SMAN 1 masih diajarkan oleh guru yang berlatarbelakang pendidikan umum dan tugas guru tersebut merupakan tugas tambahan, bukan tugas utama.
Demikian juga dilihat dari sisi ketersediaan fasilitas masih terbatas, khususnya pada pengadaan referensi perpustakaan bagi agama non Islam tidak ditemukan sama sekali, kecuali pada guru PAK terdapat buku paket PAK pegangan guru.
Peran Kepala Sekolah dan komite terhadap pelayanan pendidikan agama tampak menonjol. Kepala sekolah dengan latar belakang pendidikan dasar dan menengahnya pendidikan agama sangat menunjang perannya untuk menciptakan lingkungan religius dan toleran.
Ia sangat serius melakukan pembinaan keagamaan baik kepada guru maupun kepada siswa melalui berbagai kegiatan keagamaan. Sedangkan peran komite lebih fokus pada memberikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran program tahunan, baik terkait untuk kepentingan anggaran operasional sekolah maupun anggaran kegiatan keagamaan.
Peran pengawas pendidikan agama saat ini belum optimal, dimana tugas kepengawasan masih terbatas pada bimbingan yang bersifat kurikuler. Hal ini dimungkinkan karena jumlah pengawas masih terbatas (26 orang), itupun khusus pengawas PAI, untuk pengawas pendidikan agama non Islam belum tersedia.
Sementara jumlah yang harus disupervisi semua jenjang pendidikan, mulai PAI SD, PAI SMP, PAI SMA sampai PMA SMK di 40 kecamatan. Dengan demikian, pengawasan belum proporsional, apalagi menyentuh pada pelayanan pendidikan agama.
Kebijakan pelayanan pendidikan agama oleh Kementerian Agama maupun Dinas Pendidikan belum ada yang spesial. Kementerian Agama Kabupaten Bogor dan Dinas Pendidikan lebih banyak pada sosialisasi, seperti sosialisasi yang dilakukan Kemenag, yaitu PMA No. 2 tahun 2012 tentang pengawas madrasah dan pendidikan agama di sekolah dan PMA No. 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama pada sekolah serta Peraturan Pemerintah (PP) 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan.
Sedangkan sosialisasi yang dilakukan Dinas Pendidikan ditekankan pada Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 12 yang terkait dengan peserta didik pada satuan pendidikan harus mendapat pendidikan agama dan guru yang seagama. (Kendi Setiawan)