Penetrasi ideologi trans-nasional dan munculnya gerakan separatisme di beberapa daerah di kawasan Timur Indonesia diasumsikan menggerus integritas kebangsaan, khususnya kalangan generasi muda. Oleh karenanya, menjadi perlu untuk dilakukan riset tentang integritas kebangsaan generasi muda.
Penelitian dilakukan oleh Balai Litbang Agama (BLA) Makassar Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2018 bertujuan mengetahui integritas kebangsaan generasi muda perkotaan di kawasan Timur Indonesia dengan menggunakan metode penelitian yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif (mix method). Penelitian ini dilakukan di lima kota yang dipilih secara acak dari 21 kota di kawasan Timur Indonesia, yaitu Balikpapan (Kaltim), Parepare (Sulsel), Kendari (Sultra), Ambon (Maluku), dan Jayapura (Papua).
Penelitian dilakukan pada interval bulan Juli hingga Agustus 2018 dengan lama pengumpulan data selama 25 hari.
Populasi penelitian ini adalah generasi muda, yaitu generasi Y yang lahir antara tahun 1982 hingga 2000. Teknik penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dengan galat duga 0,029 (1200 responden). Instrumen penelitian berupa angket untuk mengukur indeks integritas kebangsaan pada tiga variabel; Integritas kepada NKRI, integritas pada Pancasila, UUD 1945, dan lambang negara, serta integritas pada lebhinekaan. Tahapan kedua adalah penelitian kualitatif eksplanatif dengan tujuan menjelaskan temuan data kuantitatif.
Temuan Penelitian
Integritas kebangsaan generasi muda di kawasan timur Indonesia berada pada angka 3,29 (sangat tinggi) dengan rincian indeks tiga variabel; indeks integritas pada NKRI 3,37 (sangat tinggi), indeks integritas pada Pancasila, UUD 1945, dan lambang negara 3,39 (sangat tinggi), yang agak berbeda pada variabel ketiga, indeks integritas pada kebhinekaan 3,11 (tinggi). Di lima kota yang menjadi lokasi sampel, Balikpapan dan Kendari indeks integritas kebangsaan berada pada kategori tinggi, masing-masing 3,19 dan 3,18. Kota Parepare 3,32 (sangat tinggi), Jayapura 3,33 (sangat tinggi), dan Ambon 3,43 (sangat tinggi).
Kalangan milenial yang menjadi populasi dalam penelitian ini masih memandang bahwa Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai dasar dan bentuk negara yang tepat dan final untuk Indonesia. Variabel yang sedikit ‘bermasalah’ adalah integritas pada kebhinekaan, di empat kota indeks pada variabel ini terlihat ‘timpang’ dibandingkan 2 variabel sebelumnya. Hanya di kota Jayapura indeks pada variabel ini relatif ‘stabil’ dan berada pada kategori sangat tinggi. Paham teologi keagamaan yang cenderung eksklusif memberi pengaruh pada sebagian responden Muslim sehingga menyikapi pertanyaan tentang relasi antar agama dengan respons yang negatif.
Temuan kualitatif dari penelitian ini melengkapi hasil analisis kuantitatif. Berdasarkan wawancara kepada berbagai sumber dari kalangan akademisi, tokoh pemuda, dan sebagian responden mengkonfirmasi tentang adanya penguatan nasionalisme di kalangan generasi muda, khususnya berkenaan dengan integritas pada NKRI serta integritas pada Pancasila, UUD 1945, dan lambang negara. Penelusuran kualitatif memperkuat problem berkenaan dengan integritas pada kebhinekaan, khususnya berkenaan dengan relasi antar agama dan relasi antar etnis/suku yang menjadi temuan kuantitatif.
Faktor paham keagamaan, khususnya di kalangan responden Muslim memengaruhi respons mereka terhadap relasi antaragama, sehingga pada tujuh pertanyaan yang berkenaan dengan relasi antar agama pada responden Muslim direspons ‘negatif’ oleh cukup banyak responden. Paham keagamaan yang dipengaruhi oleh cara pandang teologi yang eksklusif di sebagian responden pada tujuh pertanyaan tersebut direspons secara ‘negatif’ oleh sekitar 20-40% responden Muslim, utamanya pada item kesediaan mengucapkan selamat hari raya pada penganut agama lain dan kesediaan dipimpin oleh kepala daerah yang berbeda agama.
Aksi 212 dan propaganda keharaman mengucapkan 'Selamat Hari Raya' pada agama lain memberi pengaruh cukup besar kepada responden Muslim tersebut. Hal yang sebaliknya tidak terjadi pada resonden non-Muslim yang umumnya memberi respons yang positif pada item pertanyaan tentang relasi antaragama.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan temuan dan analisis data, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, perlunya memperbanyak kegiatan kepemudaan yang berorientasi pada peningkatan rasa nasionalisme dan latihan bela negara oleh stakeholder terkait, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan KNPI.
Kedua, perlunya pengarusutamaan (mainstreaming) nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) dalam hal ini Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan pada generasi milenial dengan cara-cara lebih pop culture. Pembuatan film pendek, komik, meme dengan memanfaatkan media sosial (Facebook, Youtube, Instagram dan lainnya). Untuk hal ini bisa dilakukan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bekerjasama dengan Kementerian Infokom.
Berikutnya, Kemeterian Agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) perlu melakukan kegiatan berbasis pada peningkatan pemahaman tentang kebhinekaan di kalangan generasi muda; dan Kementerian Agama dan Ormas Islam perlu melakukan edukasi teologi dan paham keagamaan yang inklusif kepada generasi milenial Muslim. (Ibnu Nawawi/Kendi Setiawan)