Persoalan pengembangan integritas peserta didik telah menjadi perhatian para penyelenggara pendidikan. Hal ini dipicu dengan banyak kasus yang bermunculan mulai dari maraknya tawuran antarsekolah, merebaknya penggunaan narkoba di kalangan pelajar, dan berkembanganya pergaulan bebas. Selain itu banyak sekolah yang kurang memerhatikan perkembangan perilaku peserta didik terkait kejujuran akademik, contek menyontek saat ujian, konsisten dengan apa yang dikatakan, tanggung jawab terhadap tugas, membangun relasi dengan Tuhan, dan masuknya gerakan islamis ke sekolah-sekolah yang diduga ikut memengaruhi perilaku intoleransi beragama di kalangan peserta didik.
Kemunculan beragam kasus sikap dan perilaku negatif peserta didik direspons oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada 2011 dengan mengeluarkan kebijakan 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Selanjutnya pada Sembilan Agenda Prioritas Presiden (program Nawacita) pada butir 8 menjelaskan melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan. Dalam Nawacita tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016. Pendidikan karakter merupakan kunci yang sangat penting di dalam membentuk kepribadian anak. Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan gotong royong.
Selama ini aspek integritas akademik banyak dilakukan hanya mengukur segi kejujuran dalam mengikuti ujian dan belum dikembangkan ke segi lain. Tahun 2017 dan 2018 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag telah melakukan survei integritas peserta didik. Melalui dua kali survei integritas peserta didik menunjukkan kebijakan pendidikan karakter secara umum dan aspek integritas secara khusus, belum semua dimensi integritas terimplementasikan secara baik di kalangan peserta didik.
Survei integritas tahun 2017 dilakukan kepada 3026 siswa SMA yang tersebar di 120 SMA pada 30 kabupaten/kota di sepuluh provinsi. Ada lima dimensi yang diukur, yaitu kejujuran, tanggung jawab, percaya diri, keadilan, dan menjaga kehormatan. Indeks integritas peserta didik di daerah-daerah tersebut sebesar 78,02. Indeks Integritas peserta didik merupakan komposit dari variabel kejujuran (89,4), percaya diri (84,5), tanggung jawab (83), keadilan (77,9), dan menjaga kehormatan (55,2).
Tahun 2018 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag melakukan survei kembali integritas peserta didik. Survei tahun 2018 menambah satuan pendidikan MA dan memperluas cakupan wilayah di 34 provinsi. Selain itu, lima dimensi yang diukur tahun 2017 yang meliputi kejujuran, tanggung jawab, percaya diri, keadilan, dan menjaga kehormatan disempurnakan menjadi empat dimensi integritas yang menjadi fokus kebijakan, yaitu kejujuran (honesty), tanggung jawab (responsibility), tolerasi (tolerance), dan cinta tanah air. Dimensi dan indikator tersebut ditanyakan kepada 11.450 siswa kelas 11 pada jenjang pendidikan menengah yang tersebar pada 1158 sekolah yang terdiri dari 708 SMA dan 450 MA di seluruh Indonesia.
Kejujuran diukur menggunakan tiga komponen meliputi kesesuaian perkataan dengan perbuatan, keberanian menyampaikan kebenaran, dan menghindari kecurangan. Tanggung jawab diukur menggunakan lima komponen meliputi memiliki inisiatif dalam belajar, mampu menyikapi sendiri permasalahan dengan baik, mematuhi peraturan yang berlaku, melaksanakan kesepakatan bersama, dan menanggung resiko. Toleransi diukur menggunakan dua komponen yaitu penghargaan terhadap keberagaman dan berinteraksi dalam keberagaman. Cinta tanah air diukur menggunakan tiga komponen yaitu mencintai dan bangga terhadap tanah air dan bangsa Indonesia, rela membela negara meskipun sulit, dan perhatian terhadap permasalahan yang ada di lingkungan.
Indeks Integritas Peserta Didik (IIPD) pada Jenjang Pendidikan Menengah tahun 2018 berkategori tinggi sebesar 70,21. Indeks Integritas Peserta Didik (IIPD) berdasarkan dimensi, indeks kejujuran (76,32), indeks tanggung jawab (62,71), indeks toleransi (71,68), dan indeks cinta tanah air (70,13). Indeks kejujuran menempati urutan pertama dan indeks tanggung jawab menempati urutan terakhir.
Terdapat 20 provinsi yang memiliki IIPD diatas nasional dan 14 provinsi dibawah nasional. Meski semua provinsi memiliki IIPD dengan katagori 'tinggi', dua provinsi yaitu DIY dan Riau menempati urutan pertama dengan masing-masing indeks sebesar 71,6, dan Provinsi Maluku Utara menempati urutan terakhir dengan indeks sebesar 66,6.
Indeks Integritas Peserta Didik berdasarkan dimensi menurut provinsi, indeks kejujuran menempati urutan pertama di Provinsi Riau sebesar 79,9 (kategori sangat tinggi), dan menempati urutan terakhir di Provinsi Maluku Utara sebesar 64 (tinggi).
Indeks tanggung jawab menempati urutan pertama di Provinsi Jambi sebesar 65,6 (tinggi), dan menempati urutan terakhir di Provinsi Papua sebesar 59,9 (tinggi). Indeks toleransi menempati urutan pertama di provinsi Bali sebesar 73,4 (tinggi), dan menempati urutan terakhir di Provinsi Gorontalo sebesar 69,6 (tinggi). Sedangkan indeks cinta tanah air menempati urutan pertama di provinsi DI Yogyakarta sebesar 70,7 (tinggi), dan menempati urutan terakhir di Provinsi Papua Barat sebesar 69,6 (tinggi).
Indeks Integritas Peserta Didik berdasarkan jenis pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 70,37 dan Madrasah Aliah sebesar 69,70. Indeks tertinggi berdasarkan dimensi di SMA adalah dimensi tanggung jawab (76,05), kemudian berturut-turut dimensi cinta tanah air (72,54), dimensi kejujuran (70,4), dan dimensi toleransi (62,78). Indeks tertinggi berdasarkan dimensi di MA adalah dimensi tanggung jawab (77,17), kemudian berturut-turut dimensi kejujuran (69,70), dimensi cinta tanah air (68,98), dan dimensi toleransi (62,50).
Faktor-faktor yang memengaruhi integritas peserta didik antara lain adalah ketaatan melakukan aktivitas keagamaan, aktivitas sosial keagamaan, dukungan lingkungan dalam aktivitas keagamaan, lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.
Untuk meningkatkan integritas peserta didik (baik dimensi prioritas maupun bukan prioritas) diperlukan sinergitas antara trilogi pusat pendidikan, yaitu pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat dan pendidikan sekolah. Ketiga pusat pendidikan tersebut harus sejalan, seirama, senafas dan sewarna dengan bingkai pembiasaan, dan keteladanan.
Pengembangan integritas peserta didik di SMA dan MA dilakukan oleh pihak sekolah, khususnya oleh kepala sekolah, secara terus menerus dan berkesinambungan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan sekolah dan madrasah yang dapat menumbuhkembangkan integritas peserta didik. Pihak sekolah, misalnya, mampu menekan perilaku mencontek dengan membuat slogan 'Kerja mandiri itu menyenangkan', 'Mencontek itu tidak asyik', dan 'Cari bocoran tidak asyik', untuk meningkatkan dimensi kejujuran.
Sekolah perlu peningkatan guru-guru yang bersentuhan langsung dengan pembentukan integritas peserta didik, khususnya lagi guru agama, yang memberikan ketauladanan bagi peserta didik. Guru membuat 'buku siswa' yang ditandatangani oleh orang tua untuk tugas-tugas keagamaan.
Peningkatan integritas peserta didik juga harus melibatkan ketauladanan orang tua di rumah. Orang tua harus berkomunikasi dengan guru untuk memantau kegiatan peserta didik dalam kegiatan sehari-hari. Karena orang tua memiliki peran penting dalam peningkatan integritas peserta didik di sekolah. Selain itu, pihak sekolah membuat posterposter terkait dimensi-dimensi integritas dan pihak guru bisa menjadi tauladan dan menjelaskan maksud dari poster-poster tersebut.
Integritas peserta didik akan dihadapkan kepada media sosial yang merupakan salah satu ciri dari generasi milenial. Karena itu, selain pelibatan trilogi pusat pendidikan, strategi peningkatan integritas peserta didik perlu melibatkan para stakeholder media sosial.
Ada dua hal terkait indeks tanggung jawab yang masih perlu ditingkatkan, yaitu inisiatif belajar seperti mengerjakan tugas Pekerjaan Rumah (PR) tanpa disuruh, dan kemampuan menyikapi sendiri permasalahan dengan baik seperti mengunjungi rumah teman untuk belajar bersama jika ada pekerjaan rumah yang tidak bisa dikerjakan.
Indeks kejujuran peserta didik sudah tergolong kategori tinggi. Namun, masih perlu ditingkatkan lagi terkait dengan masih adanya perilaku mencontek saat ujian di kalangan peserta didik dan tidak menyebutkan sumber kutipan. Indeks toleransi perlu ditingkatkan terkait dengan: penerimaan kepada kepala sekolah yang berbeda, penerimaan kepada teman yang menggunkan simbol-simbol keagamaan di sekolah, dan penerimaan terhadap guru yang berbeda agama.
Indeks cinta tanah air yang sifatnya mengarah kepada citizenship (kewarnegaraan) perlu ditingkatkan seperti menyanyikan lagu kebangsaan dan mengunjungi museum bersejarah. Hal lain dari indeks cinta tanah air terkait dengan prilaku melerai kepada siswa yang berselisih. Meningkatkan peserta didik memiliki kewajiban untuk berjuang membela negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, juga perlu dilakukan.
Rekomendasi Kebijakan
Dari hasil penelitian tersebut, direkomendasikan perlunya memperkuat indeks integritas melalui gerakan siswa bertanggung jawab. Gerakan tersebut meliputi inisiatif dalam belajar, kemamampuan menyikapi sendiri permasalahan dengan baik, mematuhi peraturan yang berlaku, melaksanakan kesepakatan bersama, dan menanggung risiko.
Editor: Kendi Setiawan