Seluruh menteri dan orang-orang penting di dalam negeri seharusnya melihat Sang Sultan hari itu. Sang Sultan memperhatikan bahwa Abu Nawas tidak datang ke istana. Sang Sultan mengutus pengawalnya untuk memanggilnya.
Segera Abu Nawas datang ke istana. Pada saat itu ia tahu bahwa Sang Sultan menjadi dongkol kepadanya. Ia tidak berani menatap wajah Sang Sultan.
"Abu, kenapa kau tak datang untuk melihatku hari ini?" tanya Sang Sultan, pendek.
"Saya mohon ampun dengan sangat, Baginda. Saya punya banyak pekerjaan untuk dikerjakan," jawab Abu Nawas.
"Jadi, kau pikir pekerjaanmu itu lebih penting daripada aku?" tanya Sang Sultan geram.
Abu Nawas terdiam. Kemudian Sang Sultan melanjutkan, "Aku ingin menanyaimu beberapa pertanyaan. Kau harus jawab dengan benar. Kalau kau tak bisa, aku akan menghukummu!"
"Apa saja, Baginda?"
"Pertama, apa yang Tuhan kerjakan sekarang? Kedua, berapa banayak bintang di langit? Dan terakhir, di mana titik tengah bumi?" tanya Sang Sultan.
"Saya mohon ampun, Baginda. Saya tak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu sekaligus. Baginda harus memenuhi persyaratan sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu," jawab si pria cerdas.
"Apa itu?"
"Jika Anda bersedia turun dari tahta Anda, saya akan duduk di atasnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda," jawab Abu Nawas.
Sang Sultan lantas turun dari tahta. Abu Nawas menduduki tahta itu. Kakinya menginjak tikar yang terbuat dari kulit kambing.
"Abu nawas, jawab pertanyaanku!" ujar Sang Sultan yang jenak berdiri di atas lantai.
"Pertanyaan pertama Anda itu apa yang Tuhan lakukan hari ini. Baru saja Tuhan membuat Anda turun dari tahta dan mengangkat seorang manusia awam, Abu Nawas, ke tahta negeri ini," jawabnya.
Suasana di sana menjadi hening sebelum Sang Sultan bertanya, "Bagaimana tentang pertanyaan kedua? Berapa banyak bintang di langit?"
"Baginda, jika Anda benar ingin tahu jumlah bintang di langit, biarkan saya memberitahu Anda," ujar Abu Nawas. Tangan kanannya mengambil tikar kulit kambing dari kakinya. "Jumlah dari bintang-bintang sama dengan jumlah bulu di kulit kambing ini. Anda dapat menghitungnya, jika Anda tak percaya pada saya."
"Siapa di dunia ini yang dapat menghitung bulu-bulu kambing?" tanya Sanga Sultan sedikit dongkol.
Abu Nawas menjawab cepat, "Itu persoalan yang sama terjadi pada bintang-bintang. Siapa di dunia ini yang mampu menghitung bintang-bintang? Hanya Tuhan yang tahu!"
"Baiklah. Sekarang aku ingin tahu, di mana titik tengah dari bumi. Cepat jawab!"
"Abu Nawas sekonyong-konyong merenggut tombak di sampingnya. Ia lempar tombak itu ke lantai. Tombak itu menancap di depan Sang Sultan.
"Baginda, itu merupkan titik tengah bumi, kalau Anda tak percaya pada saya, perintahkan orangmu untuk mengukur jaraknya dari barat, timur, utara, selatan!"
"Abu, siapa yang bisa mengukur jarak itu?" tanya Sang Sultan.
"Anda benar, Baginda. Hanya Tuhan yang tahu titik tengah, bukan Abu Nawas juga bukan Sultan Aaron," Abu Nawas menjawab tenang.
Saat ia mendengar jawaban itu, Sang Sultan menyadari bahwa Abu Nawas benar-benar seorang yang cedas dan bijaksana. Ia mencintainya lebih dari sebelumnya.
Yogyakarta, 29 September 2021
Catatan: Cerita ini diterjemahkan oleh Eko Nurwahyudin, dari buku berjudul Abunawas and King Aaron, retold by Sugeng Heriyanto, Cetakan ke-9, diterbitkan Kanisius pertama kali pada 2000.